jatimnow.com - Meskipun waktu menunjukkan pukul dua dini hari, Rabu (19/05/23), para pengunjung Situs Candi Jolotundo nampak terus berdatangan silih berganti.
Menjadi momen tahunan bahwa destinasi yang lebih dikenal dengan Petirtaan Jolotundo yang terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto mendadak ramai pengunjung, tepat di malam 1 Muharram 1445 H atau Malam Satu Suro dalam pakta penanggalan Jawa. Sementara dalam penanggalan Islam juga dikenal sebagai Malam Tahun Baru Islam.
Antrian kendaraan sudah terlihat sepanjang 1-2 km semenjak pukul 21.00 WIB karena tempat parkir utama sudah penuh, sementara untuk pengunjung yang mengendarai mobil harus rela parkir di area bawah dan berjalan kaki agak jauh menuju lokasi.
Bermacam tujuan para pengunjung yang datang, mulai dari sekedar berwisata sambil mencari oleh-oleh air petirtaan, membasuh tubuh atau menenangkan diri dalam kesunyian.
Namun, yang paling menarik dari petirtaan ini ialah daya tarik mistis dan historisnya, yakni prosesi ritual ngumbah gaman (mensucikan pusaka) di malam satu suro yang sudah turun temurun sejak masa nenek moyang.
Lalu mengapa harus di Petirtaan Jolotundo?
Konon dalam cerita rakyat menyebutkan bahwa sumber air tersebut pernah menjadi tempat pertapaan Raja Kerajaan Kahuripan, Prabu Airlangga pada tahun 1000 masehi silam.
Dikatakan juga dalam cerita itu bahwa Prabu Airlangga menemukan ketentraman jiwa saat berendam di sumber air Jolotundo, sehingga mulai disebutlah dengan nama Petirtaan (pemandian) Jolotundo sebagai tempat sakral yang terkenal hingga kini.
Baca juga: Wakil Bupati Trenggalek Hadiri Upacara Ngetung Batih di Tanggal 1 Suro
Salah satu pengunjung yang melakukan prosesi ritual "ngumbah gaman" ialah Ahmad Zakaria (22) asal Bangil, Pasuruan.
Atas dawuh (perintah) dari guru spiritual di perguruan silat ia bernaung, Zakaria sudah belasan tahun melakoni prosesi ritual tersebut.
"Sejak umur 12 tahun, guru silat saya selalu membimbing untuk mensucikan diri sekaligus ngumbah gaman di sini," tuturnya.
Ia lalu menambahkan bahwa memandikan pusaka yang kasat mata dan pusaka yang tak kasat mata (tertanam dalam tubuh) tentu berbeda.
"Kalau gaman seperti keris dan gaman yang ditanam di tubuh itu beda memandikannya, kalau saya yang sudah menyatu sama tubuh harus mandi di petirtaan," pungkas Zakaria.
Terlepas dari itu, tentu terdapat perbedaan tradisi atau kebudayaan tiap daerah untuk perayaan malam satu suro. Prosesi ritual tersebut tak lain sebagai salah satu ciri khas daerah Jawa Timur.
Untuk mengunjungi Petirtaan Jolotundo cukup siapkan bea masuk Rp 10 ribu per orang, nantinya dalam area juga terdapat banyak pedagang makanan, minuman dan souvenir untuk melengkapi agenda berwisata anda.