jatimnow.com - Musim kampanye menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tengah berlangsung. Beraneka bentuk baliho dari berbagai macam partai telah terpajang memenuhi ruang-ruang publik.
Tidak hanya baliho dengan desain formal, namun ada juga desain unik yang tidak biasa juga banyak bermunculan. Seperti pada sejumlah baliho para calon legislatif (caleg) DPRD dan DPR RI yang tersebar di daerah Balung, Wuluhan, Ambulu, Jenggawah dan wilayah Jember sekitarnya.
Menurut Pakar Sosiolog Universitas Negeri Jember (Unej), Dr. Dodik Harnadi, S.Sos, M.Sosio, baliho adalah bagian kerja politik dalam konteks pemasaran.
Baca juga: Baliho Caleg di Gresik Ini Terlihat Simpel tapi Lengkap Informasinya, Paham?
"Baliho-baliho unik atau anti mainstream sebenarnya kerja politik, yang perlu dilihat dalam konteks pemasaran politik dan sebagai kerja pemasaran, maka tentu prinsip-prinsip pemasaran juga berlaku didalam konteks kampanye politik" terangnya.
Ia menambahkan, dengan membuat baliho unik, yang diinginkan adalah masyarakat bisa mengenal, serta mengingat para politisi yang ikut dalam Pileg mendatang.
Dodik mengungkapkan, bahwa ibarat iklan lain, periklanan politik juga harus unik. Salah satunya adalah membuat baliho unik yang akan lebih mudah menarik atensi masyarakat, disamping itu juga agar mudah diingat dan memorable.
"Baliho bagian dari advertising, para politisi sadar betul bahwa kerja politik adalah kerja pemasaran politik, tentunya dengan prinsip-prinsip advertising. Salah satunya menggunakan desain unik atau anti mainstream, sehingga masyarakat akan mudah tertuju dan mudah ingat," ucap Dodik.
Dodik juga melihat baliho kampanye dari dimensi representasi diri, artinya bahwa baliho yang dipasang para caleg adalah dalam rangka membangun citra diri.
Baca juga: Baliho Caleg Berbahasa Daerah di Bangkalan, Lebih Dekat dengan Pemilih
"Tentunya bagaimana politisi menyampaikan citra yang tergambar di baliho yang digunakan, biasanya ada simbol-simbol baik secara verbatim maupun desain kampanye agar dikenal sebagai caleg dengan citra tertentu di mata rakyat," tuturnya.
Namun dirinya menyayangkan sikap para caleg dalam menempatkan baliho kerap tidak elok.
"Yang saya sayangkan kadang baliho ditempatkan ditempat yang kadang tidak elok, misal di pepohonan karena menyalahi etika dan ketentuan formal, secara yuridis tidak boleh alat peraga kampanye diletakkan di pepohonan, karena di dalam aturan PKPU itu dilarang," pungkasnya.
Ia melanjutkan hal tersebut juga berkaitan dengan sensitifitas para calon untuk memperhatikan isu-isu lingkungan.
Baca juga: Gaya Lawas Baliho-baliho Caleg di Kediri Bikin Polusi Pemandangan Saja
"Misal dipaku di pohon, hal itu merusak ekologi. Pepohonan yang harusnya kita lestarikan dan rawat, karena hal ini jadi kotor dan rusak karena pemasangan baliho," imbuhnya.
Menurut Dodik, selain adanya pelanggaran etika dalam pemasangan baliho, hal itu juga bisa dijadikan dasar penilaian mengenai para politisi.
"Dari hal itu sebenarnya dapat kita nilai, sejauh mana para politis memiliki sensitifitas dan kesadaran mengenai isu lingkungan," tutupnya.