jatimnow.com - Rumah Budaya Malik Ibrahim Sidoarjo menggelar pameran seni aksara Jawa kuna Nawasena, pada 4 hingga 26 Mei 2024.
"Nawasena artinya masa depan yang cerah. Diisi oleh 15 seniman terdiri dari 8 perempuan dan 7 laki-laki dari berbagai wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah," ucap Syska Liana, ketua panitia, Sabtu (4/5/2024).
Syska menjelaskan, program ini berawal dari didapatkannya bantuan hibah dari Indonesiana Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI kategori pemberdayaan ruang publik untuk perorangan.
Baca juga: Pertunjukan Seni Rupa Surabaya: Kutunggu di Balai Pemuda
"Kita belajar aksara Jawa kuna atau aksara kawi. Program kita ada program kelas selama 1 bulan 4 pertemuan di bulan Februari, berlanjut kunjungan ke situs-situs bersejarah di Mojokerto dan Sidoarjo. Selanjutnya produksi dan terus update progres kekaryaan dan terjadilah pameran ini sejak tanggal 4 hingga 26 Mei 2024," lanjut anggota Perempuan Pengkaji Seni (PPS) ini.
Karya-karya para seniman di pameran Nawasena beragam dengan mayoritas karya instalasi. Material juga beragam pula seperti dari daun lontar, kemudian material besi-besian dari barang bekas, ada lampu-lampu.
Salah satu karya yang ia angkat dalam pameran ini ada tema keperempuanan yang hebat era Majapahit, yang menceritakan perempuan era Jawa kuna yang sudah berdidgdaya sejak dulu.
"Sri Makuthadara atau perempuan yang mengenakan mahkota, menceritakan 3 sosok perempuan era Majapahit, yaitu Sri Rajapatni, Tribhuwana Tunggadewi dan Dewi Suhita, dimana aksara Jawa kuna atau kawi digunakan pada era Majapahit," ungkapnya.
Baginya 3 tokoh tersebut merupakan representasi perempuan era Jawa kuna sudah sangat hebat untuk memimpin Nusantara yang sangat besar.
Baca juga: Foto: Menyusuri Dimensi Waktu di Basement Alun-Alun Surabaya
"Bahwa perempuan tidak hanya urusan domestik namun punya peran penting di dalam masyarakat," tegasnya.
Sementara itu, kurator juga pengelola Rumah Budaya Malik Ibrahim Sidoarjo, Satriagama Rakantaseta menyampaikan tujuan dan esensi pameran Nawasena adalah sebagai ruang introspeksi.
"Sebagai ruang introspeksi kita bersama bahwa kita sampai kehilangan jati diri kita, seperti mengapa kita selalu impor karena kita tidak punya karya, ketika tidak mempunyai karya otomatis kita tidak berfilosofis juga, dan tidak mewujudkan filosofi-filosofi itu menjadi kebendaan," tegas dia.
Bagi Seta, pameran Nawasena ini diharapkan dapat menjadi wawasan baru terhadap dunia Jawa kuna atas ketidaktahuan yang rata-rata orang hanya mengetahui melalui hafalan tanpa mengerti esensi sebenarnya.
Baca juga: Intip Tas Kulit Sapi Jahit Tangan Karya Mahasiswa Unipa Surabaya
Pameran seni aksara jawa kuna Nawasena yang dibuka dengan penampilan seniman Juminten sebagai representasi perempuan sebagai bentuk penghargaan pria terhadap perempuan
Juga ditampilkan karya para seniman pendukung antara lain Abqoriyin Hizan (Prasasti Pepiling Pati), Al Satrio (Lemah Pitutur), Bagus Abimanyu (Tri Akyasaptara Tanmatras), Dewi R Maulidah (Prasasta Wangsa), Fikhita Madury (Membawa Kembali Arya Wiraraja ke Sumenep), Filda Miftahul Jannah (Batara Kala), Ika Arista (Bherras Dumpa), M. Aji Prasetyo (Time Machine), Shafi Rahman (Lawang Aksara Jawa Kuna), Sultan Putra (Meratap Di Antara Tanah), Syska La Veggie (Stri Makuthadara), Theresia Alit K (Ruwatan Urban), A.Khafidz Fadli/Toyol Dolanan Nuklir (Kawi=Iwak), Yosep Arizal ((Akara)widya) dan Zumna A.Khusnia (Wahanajiwa).