jatimnow.com - Bencana alam gempa dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala ternyata sudah diprediksi sejak zaman Belanda. Dalam sejarah pun sudah diceritakan, kenapa Belanda saat menjajah Indonesia memetakan Kota Palu menjadi area terpisah.
Menurut Pakar gempa Universitas Narotama Surabaya, Associate Prof. Dr. Ir. Helmy Darjanto M.T menceritakan bahwa mengembangkan Palu menjadi satu kota terpisah itu karena Belanda telah melihat sesar yang berada di area Palu Koro.
Sesar adalah salah satu sumber gempa di daratan berupa patahan. Dalam penelitian yang sudah ada, memang banyak sesar aktif yang berada di area Palu Koro.
"Kota Palu memang rentan mengalami gempa dan tsunami. Oleh karena itu Belanda di zaman dulu enggan untuk mengembangkan Palu menjadi 1 kota terpisah. Mungkin saya tidak punya data sejarahnya, tapi sekarang ini sudah terlihat ya," tutur Helmy, Rabu (3/10/2018).
Ia menjelaskan biasanya gempa yang disebabkan oleh sesar itu tidak diiringi dengan tsunami. Tapi karena gempa ini melewati Selat Makassar yang memiliki lereng curam, maka menyebabkan tsunami setelah lereng tersebut longsor.
"Massa air mampu terangkat ke pantai dan membawa serta sedimentasi dari dasar laut lalu menyapu daratan. Namun saat ini yang bisa dilakukan adalah saling menguatkan dan pengetatan strategi untuk menghadapi gempa," tuturnya.
Menurutnya, Gempa merupakan bencana alam yang tidak dapat dicegah. Bahkan masih ada gempa yang belum diketahui sumbernya.
"Yang bisa dilakukan adalah dengan mengatasi dan menghindari dampak yang terlalu besar. Misalnya, dengan membangun rumah dan gedung anti gempa untuk menghindari dampak besar ketika tsunami," terangnya.
Sementara itu, ia menjelaskan Liquefaction adalah kondisi saat kuat geser tanah berkurang karena gempa dan menyebabkan amblesan atau pergerakan.
"Peran pemerintah harus semakin ketat untuk melakukan persiapan gempa lewat mitigasi gempa. Mitigasi gempa ini terkait bencana, peluang, dan cara menanganinya. Salah satu yang terpenting terutama di area rawan gempa adalah peraturan agar bangunan tidak boleh dibuat sembarangan. Tiap bangunan harus tahan gempa, terutama rumah sakit dan tempat ibadah untuk dijadikan lokasi perlindungan ketika bencana melanda," urainya.
Selain itu, pembuatan peta persebaran kecepatan gempa serta data-data tanah di bawah setiap area di Indonesia juga sangat perlu disusun secara lengkap. Misalnya saja tanah di area Jawa Timur cenderung lebih lunak dibandingkan dengan bagian Barat.
"Liquefaction juga sebaiknya dideteksi secara menyeluruh. Sehingga, area yang terdeteksi itu bisa diprioritaskan untuk membuat bangunan tahan gempa agar tidak mudah ambles. Terutama di Palu, permasalahannya sudah masif dan massal karena sangat rentan gempa. Lapisan tanahnya kurang menguntungkan dan mudah ambles," tutupnya.
Potensi Gempa di Wilayah Palu Telah Diketahui Sejak Zaman Belanda
Rabu, 03 Okt 2018 13:55 WIB
Reporter :
Farizal Tito
Farizal Tito
Berita Terbaru
Ratusan Tukik dan Perkutut Dilepaskan di Pantai Papuma Jember
MKGR se-Jatim Ikrar Dukungan Pada Adies Kadir
Aneka Lomba Semarakkan HUT ke-80 Kemerdekaan RI Bersama PSI Surabaya
Persik Kediri Tukar Status Kandang Jadi Tandang saat Lawan Dewa United
Aksi Kocak Sekdaprov Jatim Bergaya Thomas Alva Edisound Sound Horeg
Tretan JatimNow
Kisah inspiratif Dokter Gigi Zahra, Sang Dokter Gigi Bawa Misi Kemanusiaan
Agus Hermanto, Guru Pelosok Banyuwangi Sang Penjaga Mimpi Anak Desa
Kisah Wanita Single Parent jadi Pengemudi Ojol di Jember, Bawa Anak Tiap Hari
Kisah Wiwin Isnawati, dari Penjual Beras ke Kursi Legislatif DPRD Jatim
Terpopuler
#1
Mobil Dinas Gagal Menanjak, Komisi C DPRD Jember Dorong Perbaikan Jalan
#2
Persik Kediri Gandeng Sponsor Baru Dari Brand Lokal
#3
Kasus Temuan Bayi Dikubur di Tulungagung, Polisi Segera Gelar Perkara
#4
Mengaku Anggota Intelejen, Pria Ini Ditangkap Polisi di Tulungagung
#5