jatimnow.com - Universitas Airlangga (Unair) melalui Center for Statecraft and Citizenship Studies (CSCS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menggelar diskusi publik bertajuk "Reformasi Demokrasi Elektoral Indonesia" pada Selasa (23/9/2025) di Hall A Gedung Soetandyo, Kampus B Unair.
Diskusi ini bertujuan untuk mengkaji tantangan dalam menjaga integritas dan kualitas demokrasi elektoral di Indonesia. Selain itu juga mengupas permasalahan mendasar dalam demokrasi Indonesia, seperti pelemahan institusi partai politik, biaya kontestasi yang tinggi, partisipasi publik yang pasif, praktik politik uang, dan politisasi ASN.
Diskusi publik ini menghadirkan sejumlah narasumber kompeten di bidangnya. Antara lain Prof. A. Ramlan Surbakti, seorang tokoh pendiri Ilmu Politik UNAIR yang memiliki pengalaman luas dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu, hadir pula H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, seorang Anggota DPR RI yang aktif dalam kajian perbaikan sistem politik.
Baca juga: Farmasi Unair Edukasi Warga Batam Soal Obat Tradisional
Kehadiran August Mellaz, Komisioner KPU RI, juga memberikan perspektif penting dari sisi penyelenggara pemilu. Prof. Dwi Windyastuti Budi Hendrarti, Kadep Ilmu Politik UNAIR, turut serta memberikan analisis akademis yang mendalam. Serta Airlangga Pribadi Kusman, pendiri CSCS UNAIR, yang memberikan sudut pandang dari penyelenggara acara.
Empat agenda reformasi krusial menjadi fokus utama, yaitu reformasi pilkada, penguatan regulasi dan pengawasan politik uang dan politisasi ASN, reformasi internal partai politik, dan penjajakan instrumen sertifikasi demokrasi.
Pendiri Ilmu Politik Unair, Prof. A. Ramlan Surbakti, menjelaskan bahwa kompleksitas hubungan antara uang dan kekuasaan dalam demokrasi. "Kita telah bergerak dari era peluru ke era suara. Demokrasi hari ini dibangun melalui suara rakyat, bukan lagi melalui kekerasan," ujarnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa mewujudkan demokrasi bukanlah pekerjaan mudah dan pengelolaan uang dalam demokrasi menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.
Prof. Ramlan juga menilai bahwa uang dalam politik tidak bisa dihilangkan begitu saja, tetapi harus diatur dengan adil dan cermat. "Money is never unproblematic in democracy, uang tidak pernah menjadi hal yang sederhana dalam demokrasi," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa uang dapat menjadi alat untuk merebut kekuasaan, dan sebaliknya, kekuasaan dapat digunakan untuk mengumpulkan uang.
Sementara Anggota DPR RI, H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengajak untuk memaknai demokrasi secara lebih substantif, bukan hanya prosedural. Ia mengingatkan, Indonesia telah melaksanakan enam kali pemilu selama 27 tahun reformasi, namun perlu dipertanyakan sejauh mana demokrasi telah membawa kemajuan.
"Demokrasi hanyalah salah satu alat atau jalan menuju tujuan berbangsa dan bernegara," ujarnya.
Baca juga: Satu Orang Satu Akun Medsos Berpotensi Pangkas Informasi Positif
Ia mengajak semua pihak untuk merenungkan apakah demokrasi yang dijalankan saat ini benar-benar mendekatkan Indonesia pada tujuan melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Ahmad Doli juga menyampaikan bahwa DPR sedang melakukan kajian terhadap perbaikan sistem politik, termasuk sistem pemilu. Ia sepakat dengan Prof. Ramlan bahwa pembahasan soal pemilu harus satu paket dengan pembenahan partai politik.
Diskusi ini diharapkan menjadi wadah untuk menghasilkan pemikiran kolektif dan rekomendasi kebijakan yang komprehensif, dengan tujuan utama mendorong reformasi hukum elektoral yang lebih inklusif dan bermartabat di Indonesia.
Beberapa rekomendasi penting yang mengemuka dalam diskusi ini antara lain mencakup reformasi sistem pemilu dengan mempertimbangkan kembali sistem proporsional tertutup atau mengadopsi sistem campuran (mixed system).
Selain itu, perlunya pengaturan dana politik yang lebih ketat dengan menerapkan prinsip dasar yang mengatur soal dana politik, serta audit dana kampanye yang transparan dan investigasi mendalam.
Baca juga: Passion vs Realita, Mana yang Lebih Penting? Ini Wejangan Nicholas Saputra dan Najwa Shihab
Pembatasan peran partai politik di DPR juga menjadi sorotan, dengan tujuan mencegah partai politik menjadi satu-satunya pihak yang menentukan undang-undang yang mengatur dirinya sendiri.
Terakhir, pembenahan internal partai politik menjadi agenda krusial agar partai politik dapat menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi yang jujur, bersih, dan transparan.
Diskusi publik ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam upaya kolektif untuk mewujudkan demokrasi elektoral yang lebih berkualitas di Indonesia.
Hasil diskusi yang konstruktif ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi para pembuat kebijakan, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif, dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat di masa depan.
Dengan demikian, diharapkan reformasi demokrasi elektoral dapat berjalan secara berkelanjutan dan membawa dampak positif bagi kemajuan bangsa.