jatimnow.com – Kasus penerbitan sertifikat ganda oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas lahan milik Jusuf Kalla menuai perhatian dari berbagai kalangan, termasuk akademisi hukum.
Pakar hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 atau Untag Surabaya, Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., menilai bahwa kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap asas kepastian hukum dan administrasi pertanahan yang baik.
"Secara prinsip, satu bidang tanah hanya boleh memiliki satu sertifikat hak atas tanah yang sah. Jika BPN terbukti menerbitkan dua atau lebih sertifikat atas lahan yang sama, maka hal tersebut mencerminkan cacat administrasi dan melanggar asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria," ujarnya.
Yovita menjelaskan bahwa tindakan BPN tersebut dapat menimbulkan sanksi terhadap pejabat yang terlibat, mulai dari sanksi ringan hingga berat, sesuai Pasal 80 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jika ditemukan unsur kesengajaan, pelaku juga dapat dijerat pidana.
"Penerbitan sertifikat ganda bisa berimplikasi pidana apabila terdapat niat atau tindakan penipuan, pemalsuan data, atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini, pasal-pasal seperti 263 dan 421 KUHP dapat diberlakukan, bahkan bisa masuk kategori tindak pidana korupsi jika menimbulkan kerugian negara," jelasnya.
Lebih lanjut, Yovita menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi pemilik lahan yang dirugikan. Negara berkewajiban menjamin kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah masyarakat dan memberikan kompensasi jika kesalahan administrasi menyebabkan kerugian.
Dalam hal penyelesaian, Yovita menyarankan pemilik lahan untuk menempuh langkah administratif terlebih dahulu, yakni mengajukan klarifikasi dan keberatan ke Kantor Pertanahan setempat.
Baca juga: Untag Surabaya Perkuat Langkah Internasionalisasi Lewat FGD Tiga Negara
Jika tidak ada hasil, dapat dilanjutkan dengan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau gugatan perdata untuk ganti kerugian.
Yovita juga menyarankan BPN untuk mengambil langkah pemulihan secara resmi. "Jika terbukti bersalah, BPN harus mengakui kesalahan secara terbuka, melakukan evaluasi sistem, dan memperbaiki prosedur agar kejadian serupa tidak terulang," sarannya.
Menurutnya, sertifikat ganda dapat dibatalkan secara hukum melalui dua jalur, yakni non-litigasi dengan keputusan Menteri ATR/BPN atau melalui pengadilan jika tidak tercapai keadilan administratif.
Baca juga: Untag Surabaya Unggul dalam Riset dan Pengabdian Masyarakat 2025
"Kasus ini menjadi refleksi penting agar pemerintah memperkuat sistem pendaftaran tanah berbasis digital yang akurat dan transparan. Kepastian hukum atas tanah bukan hanya hak individu, tetapi juga fondasi utama stabilitas sosial dan ekonomi negara," pungkas Yovita.