Pixel Codejatimnow.com

Putra Bungsunya Wisuda di ITS, Ini Pesan Wakil Kepala Jaksa Agung

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Jajeli Rois
Wakil Jaksa Agung RI, Arminsyah menghadiri wisuda anaknya Arfiansyah di ITS
Wakil Jaksa Agung RI, Arminsyah menghadiri wisuda anaknya Arfiansyah di ITS

jatimnow.com - Wakil Jaksa Agung RI, Arminsyah menghadiri wisuda putra ketiganya atau anak bungsunya, Arfiansyah di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Arminsyah merasa bahagia dan mengucapkan syukur atas wisuda putranya ketiga, yang kini menyandang Sarjana Teknik (ST) dari salah satu kampus ternama di Indonesia, Jawa Timur dan Surabaya.

"Saya pada hari ini bahagia sekali. Sebagian besar tugas orang tua mendidik anak terasa tuntas, dalam pengertian untuk tahapan pendidikan formalnya," ujar Arminsyah kepada jatimnow.com di lokasi wisuda di depan kampus Departemen Teknik Industri ITS, Minggu (15/9/2019).

Arminsyah yang berpasangan dengan Wilza Yulita memiliki 3 anak terdiri dari 1 putri dan 2 putra. Ketiga anaknya pun dapat menyelesaikan kuliahnya di kampus ternama di Indonesia.

Anak pertamanya, Armita Wilanda sudah menyandang Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia. Anak keduanya, Adreansyah juga sudah sarjana dari Kimia ITB Bandung dan putra ketiganya menjadi Sarjana Teknik dari ITS Surabaya.

"Yang jelas saya bahagia sekali, dimana anak saya sudah lulus di ITS. Anak saya yang pertama lulus dari UI dan anak kedua saya lulus dari ITB. Jadi ketiga anak saya sudah selesai sarjana, tinggal mereka bagaimana mengembangkan ke depan untuk bisa berkarir dan menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa," katanya.

"Ketiga anak saya sudah sarjana semua. Tentunya saya bersyukur kepada Allah SWT dan juga kepada tempat saya bekerja. Itu kalau bukan saya bekerja di kejaksaan, belum tentu juga saya bisa menyekolahkan anak saya," tambahnya.

Arminsyah yang pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur pada 2012 ini menegaskan, dirinya wajib bersyukur atas ketiga anaknya yang sudah menyelesaikan pendidikannya di jenjang Strata 1 (S1).

"Rasa syukur ini tentunya adalah suatu hal yang wajib. Kalau kita nggak bersyukur, tentu Tuhan akan bertanya. Di dalam Surah Ar Rahman disebutkan, Nikmat Mana Lagi yang Kau Dustakan," ujarnya dengan mengutip Al Quran Surah Ar Rahman.

Arminsyah menerangkan, tentunya sebagai muslim, dirinya sangat bersyukur, tapi juga menyakini bahwa Tuhan berjanji 'Apabila kita bersyukur, maka akan kulipatgandakan nikamtKu. Dan apabila engkau tidak bersyukur, maka azabku amatlah pedih' demikian yang dikutip dari Al Quran surat Ibrahim ayat 7.

"Di sisa usia saya dinas di kejaksaan, akan terus saya abdikan untuk kemajuan kejaksaan. Lillahitaallah saya akan bangun kejaksaan lebih baik lagi. Ya tentunya kita merujuk kepada kebijakan pemerintah. Kebijakan Pak Jokowi harus kita laksanakan dengan baik. Sami'na Wa Ahto'na, saya dengar dan saya kerjakan. Demikian prinsip saya dalam bekerja," tuturnya.

Kenapa ketiga anaknya tidak memilih berkarir di kejaksaan. Arminsyah menegaskan, dirinya bukan diktaktor.

"Saya bukan diktaktor pada anak-anak. Saya serahkan sepenuhnya kepada bakat dan passion mereka. Sebelum masuk kuliah, mereka (anaknya) saya tes dulu jiwanya atau psikotes, bakatnya kemana. Kebetulan yang (anak) pertama bakatnya hukum. Yang kedua, ketiga bakatnya di teknik. Ya sudah, mereka masuk di teknik. Hanya mungkin berbeda, ada yang masuk di ITB dan satunya di ITS. Semuanya universitas bagus," paparnya.

Arminsyah yang pernah menjabat sebagai Jampidsus mengatakan, dirinya dalam mendidik anak-anaknya dengan cara demokratis.

"Anak-anak saya, saya ajak bicara, sedari kecil. Dan saya biasakan, mereka ngomong apa adanya. Silahkan ngomong apa kehendak kalian. Nah saya diskusikan. Kemudian mencari kesimpulannya. Kalau sudah diputus kesimpulannya bersama, mari bersama-sama dilaksanakan dengan baik," katanya.

"Saya selalu membuka peluang kepada anak saya, kalau dia komplain, atau ada yang ditanyakan, saya fasilitasi. Karena, baik menurut saya, belum tentu juga pas buat anak saya. Tapi kami diskusikan bersama. Insya Allah kami di keluarga terus berjalan demokrasi dengan baik, anak saya tidak ada yang terpaksa memilih bidangnya masing-masing. Nggak tahu kalau yang pertama sarjana hukum. Dia memilih kepada arbitrase. Itulah pilihan dia," ujarnya.

Bapak aktif berdinas di kejaksaan. Apakah mendidik anak ini sama mendidik anak buah di kejaksaan.

"Beda dong. Kalau anak sudah usia dewasa, itu berbeda. Tapi, ada kiat-kiat kerja yakni, kita harus bersyukur menjadi pegawai kejaksaan. Tidak semua orang bisa bekerja di kejaksaan," katanya.

Baca juga:
Unitomo Wisuda 623 Lulusan dari Program S1 hingga S3

Namun, Arminsyah menegaskan, ada 3 prinsip hidup yang ia pegang dan juga disampaikan ke anak buahnya di kejaksaan. Yakni, Ikhlas, bekerja bersemangat dan bersungguh-sungguh atau tidak asal-asalan.

"Jadi ada 3 prinsip saya yang itu secara pribadi. Bekerja itu harus bersemangat, bersungguh-sungguh dan ikhlas. Jangan bekerja sedikit sudah tanya-tanya kapan naik pangkat, kapan promosi. Oh nggak bisa itu. Karena kalau dia kerja nggak ikhlas, dia tidak bersyukur namanya," terangnya.

Ketiga prinsip itu juga diterapkan kepada anak-anaknya. Namun, penyampaiannya berbeda ketika menyampaikan prinsipnya itu ke anak buahnya.

"Iya, tapi penyampainnya tetap berbeda. Mereka bebas bicara, tentunya saya akan kasih tahu juga, nanti kalau sudah besar, bekerja dengan semangat, sungguh-sungguh dan belajarlah selalu ikhlas dalam bekerja," katanya.

Dan ikhlas itu kata Arminsyah, seperti lagu zaman dulu yakni Kasih Ibu. 'Kasih Ibu, Kepada beta. Tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya, menyinari dunia'.

"Memang ikhlas itu berat. Tapi kalau sudah di titik dimana dia bisa ikhlas, dalam bekerja, berbuat, memberi, tidak ada tuntutan apa-apa. Kita sebagai pegawai misalnya, sudah digaji, ya bekerja ikhlas lah. Nanti pimpinan akan lihat. Kalau kita baik, pasti tanpa diminta juga dipromosikan," tuturnya.

"Anda boleh mencari pimpinan saya. Satu pun tanya, pernahkah saya minta jabatan. Silahkan dicari. Nggak pernah saya. Atau dari anak buah saya dimana bekerja. Mungkin ajudan saya dulu. Pernahkah saya minta-minta jabatan," ujarnya.

Katanya, begitu mendapatkan perintah, langsung melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh dan semangat. Dan ia tetap memegang bahwa, dimana saya bekerja, disitu saya mengabdi.

"Pimpinan adalah orang tua kita. Jadi kalau pimpinan katakan A, kerjakan A. Jangan ada agenda-agenda terselubung, nggak baik. Lebih baik sampaikan terus terang kalau nggak bisa. Itu lebih fair. Pak saya nggak bisa pak, saya beban ini. Sampaikan, jangan iya-iya, belakangnya melenceng, nggak baik itu," terangnya.

Baca juga:
Caca Member JKT 48 Lulus jadi Wisudawan Universitas Muhammadiyah Malang

"Pimpinan sudah menggariskan kebijakan A, ya turunnya menuju ke A. Jangan pimpinan tetapkan A, terus diolah lagi, wah ini keliru. Itu yang bikin kacau sebenarnya," tegasnya.

Bahkan ia pernah sampaikan, kalian harus bekerja, jangan khawatir jabatan. Percayalah jabatan itu memang sementara.

"Jangankan jabatan atau pangkat. Nyawa kita saja juga belum tentu berapa lama. Sampean yakin besok masih hidup, apalagi dengan jabatan. Sudahlah, bekerja dengan baik. Layani masyarakat dengan baik," tuturnya.

Menurutnya, yang harus paling inti adalah, bagaimana masyarakat ini bisa sejahtera. Apapun pekerjaannya, rujukan akhirnya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebahagiaan masyarakat.

Negara tertentu ada yang merumuskan, bahagia itu yang utama. Bahkan dijadikan target pembangunannya, parameternya bahagia. Tingkat kebahagiaan itulah kemajuan suatu negara.

"Jadi kita bekerja, apapun pekerjaannya. Mau bikin mobil, mau bikin pelabuhan, mau bikin pabrik, mau penegakan hukum, endingnya harus ke sana. Penegakan hukum juga harus ending ke sana. Penegakan hukum adalah meluruskan yang bengkok, mengatur yang kacau, membenarkan yang sudah tidak baik. Tapi, endingnya bukan harus orang dihukum sekian. Seperti Pak Presiden pada pidato beliau di DPR, bahwa penegakan hukum bukan berapa banyak orang ditahan," ujarnya.

Ia menegaskan, nenek moyang mengajarkan 'Toto tentrem kerto raharjo', Menata supaya tidak kacau, supaya tidak bengkok.

"Siapa yang menata, hukum. Siapa orangnya, aparaturnya. Tapi supaya tentram," jelasnya.

"Di sisa masa kerja saya, saya akan abdikan diri saya untuk kejaksaan dan pemerintah. Mau apa lagi, toh mati juga tidak dibawa-bawa. Tapi bisa mengabdi kepada masyarakat adalah suatu hal yang sangat berguna. Sebagai manusia, yang utama adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain," pungkasnya.