Pixel Codejatimnow.com

Kaum Milenial Diajak Membangun Indonesia dalam Perspektif Pancasila

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Farizal Tito
Kajian kebangsaan di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/209)
Kajian kebangsaan di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/209)

jatimnow.com - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar kajian kebangsaan bertajuk Titik Temu dengan tema "Membangun Manusia Indonesia Dalam Perspektif Pancasila" di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/209).

Kajian tersebut membahas kesatuan dan persatuan khususnya pada kalangan generasi milenial, untuk menyambut masa depan Indonesia di tengah bonus demografi.

Rektor Unair Prof. Mohammad Nasih menjelaskan, kajian semacam ini sangat diperlukan sesuai program yang diusung pemerintah yaitu pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Kajian tersebut juga berguna untuk memberikan pemahaman kepada generasi milenial, bahwa kemajemukan yang dimiliki bangsa termasuk gerakan ekstrem kiri maupun kanan harus dipertemukan dalam satu forum untuk membangun Indonesia dalam perspektif Pancasila.

"Paling tidak, dengan acara seperti itu, berbagai macam pemikiran, berbagai macam gagasan itu bisa dipertemukan. Dan kalau sudah ketemu, tidak akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena kita semua berada pada posisi yang kurang lebih sama," terang Prof Nasih.

Ia menambahkan, gerakan ekstrem kiri maupun kanan dalam sebuah negara itu merupakan hal yang normal, tapi tidak boleh dikesampingkan. Sebab hal itu bisa menimbulkan kerugian. Sehingga diperlukan dipertemukan dalam satu momen untuk berdiskusi.

"Jadi sesungguhnya kita punya gagasan yang kurang lebih sama bahwa membangun Indonesia itu harus berbasiskan Pancasila. Sebagai bagian dari kesepakatan nasional juga bagian dari titik temu nasional dari para pendiri bangsa sehingga semua pikiran semua gagasan semua terbagi, termasuk pembangunan manusia harus segera diarahkan ke sana," tambahnya.

Ditambahkan Prof Nasih, pemerintah telah melakukan langkah bagus dalam membangun masyarakat Indonesia untuk mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan. Namun tidak boleh melupakan aspek pembangunan karakter agar menjadi manusia yang berketuhanan, adil dan beradab sesuai Pancasila.

Baca juga:
Setahun KSK Bojonegoro, Ruwat Kang Ruwet bersama Sudjiwo Tejo

"Bahwa pendidikan itu sesungguhnya bukan hanya menciptakan pekerjaan saja, bukan hanya untuk menciptakan robot-robot, tapi juga harus menciptakan orang-orang yang berkarakter yang berlandaskan Pancasila, mulai dari harus berketuhanan, harus berkemanusiaan, harus adil sampai sila ke lima. Kemudian itu yang kita tanamkan pada kehidupan sehari-hari," paparnya.

Sementara itu, Putri Gus Dur Inaya Wulandari Wahid menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Korea Utara (Korut), sebuah negara sosialis yang sangat tertutup. Hal itu berbeda dengan Korea Selatan (Korse). Namun, kata dari kedua negara tersebut jika ditarik garis besar bahwa sama-sama mempunyai kesamaan yaitu keseragaman, di mana penduduk Korut dan Korsel harus berseragam mengikuti aturan penguasa.

Inaya berpendapat, Indonesia juga seakan menuju ke arah keseragaman, di mana satu kelompok yang berbeda pandangan pendapat, pemikiran atau kepercayaan dianggap sebagai lawan. Padahal sejatinya, perbedaan adalah kekuatan terbesar negara ini yang tidak dimiliki Korut dan Korsel maupun negara lainnya.

"Korsel dan korut mengalami keseragaman walau berbeda konsep, di Korsel seluruh penduduknya pengen operasi plastik dan Korut pegawai seragam padahal mereka punya pilihan. Dan Indonesia seperti mengarah ke sana, di mana perbedaan ditekan oleh society bahkan mendapat bullying. Kekuatan Indonesia adalah perbedaan," ungkap Inaya.

Baca juga:
50 Persen Penduduk Dunia Diprediksi Bakal Gunakan Kacamata di Era Digital

"Kata Gus Dur, kedamaian tanpa keadilan hanya ilusi," imbuhnya.

Dewan Pembina Nurcholis Majid Society Yudi Latif menambahkan, membangun manusia Indonesia seperti menanam pohon yang akarnya mendalam dan rantingnya menjulang tinggi.

Dengan pembangunan manusia berkarakter, maka tak menutup kemungkinan Indonesia yang punya bonus demografi berupa generasi milenial akan menjadi negara berjaya pada tahun 2045.

"Akar yaitu karakter, pohon menjulang tinggi berarti manusia yang belajar selama hidup atau manusia pembelajar, sedang batang ranting adalah kecakapan tata kelola Indonesia. Sehebat apapun kalau tidak cakap tata kelola, tidak memberikan prestasi dan kemakmuran. Sedangkan buah berarti kreativitas masyarakat Indonesia untuk mencapai kemakmuran," tandasnya.