Pixel Codejatimnow.com

Milenial Banyuwangi Lestarikan Budaya dengan Flasmob Jaranan Buto

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Hafiluddin Ahmad
Bupati Anas dan generasi milenial Banyuwangi
Bupati Anas dan generasi milenial Banyuwangi

jatimnow.com - Ratusan generasi milenial Banyuwangi melakukan flasmob tarian Jaranan Buto di Lapangan Kradenan, Purwoharjo, Minggu (8/3).

Ada 234 generasil milenial yang masih duduk di bangku SD hingga SMA itu, membawakan tari dengan apik nan kolosal.

Tak seperti tari jaranan buto pada umumnya. Flasmob kali ini dipenuhi dengan improvisasi dari sisi koreografi.

Begitu pula pada sisi musikalisasi yang mendapat sentuhan pop guna mendukung alur cerita yang ditampilkan.

Guyuran hujan yang jatuh sepanjang pertunjukan tak menyurutkan para penari. Air langit tersebut seolah memberi energi lebih bagi mereka untuk memainkan cemeti yang menjadi ciri khas tari tersebut. Hentakan cerita menimbulkan efek cipratan air yang dramatis.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas yang turut menyaksikan pagelaran mengaku bangga dengan para milenial Bumi Blambangan yang tetap memiliki minat yang tinggi terhadap budaya.

"Di tengah banyak daerah yang sedang krisis para pelestari budaya, justru di Banyuwangi ini proses regenerasi pelaku kesenian berjalan dengan cukup baik," ungkapnya.

Baca juga:
International Tour de Banyuwangi Ijen Digelar Kembali, Catat Tanggalnya!

Pelestarian budaya, imbuh Anas, tak hanya sekadar menggelar event budaya. Namun memastikan proses regenerasi menjadi hal penting.

"Anak kita jangan hanya disibukkan dengan gadget. Mereka juga perlu untuk dikenalkan tradisi dan budayanya sendiri," tegas Anas.

Jaranan Buto merupakan salah satu kesenian asli Banyuwangi. Tari ini pertama kali dikembangkan pada 1963 oleh Setro Asnawi.

Seniman kelahiran Trenggalek pada 1940 itu, pindah ke Banyuwangi pada dekade 60-an awal. Atas interaksinya dengan sejumlah kesenian di daerah asalnya dan hasil dialogis dengan budaya di tempat rantaunya, lahirlah jaranan buto.

Baca juga:
Menengok Kampung Jamur di Banyuwangi, Raup Omzet Rp360 Juta Per Bulan

"Tari ini menggambarkan simbol-simbol yang saya lihat saat awal-awal datang ke Banyuwangi. Mulai kisah Minakjinggo, Kebo Mencuet hingga patung-patung macan yang banyak dijumpai di Banyuwangi," terang sesepuh yang lama tinggal di Desa Kebondalem tersebut.

Dari yang awalnya begitu sederhana, seiring perkembangan zaman, tari jaranan buto terus berkembang. Mulai dari musik pengiring, seragam hingga koreografi.

"Saya bangga tari ini kini banyak ditarikan oleh generasi muda. Tidak hanya di Banyuwangi saja. Bahkan di berbagai daerah di Jawa Timur," pungkasnya.