Surabaya - Sidang praperadilan kasus kekerasan seksual di SMA SPI Kota Batu, yang menetapkan pemilik sekolah berinisial JE sebagai tersangka melawan Polda Jatim, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (18/1/2022).
Sidang ketiga beragendakan pembuktian dipimpin hakim tunggal Martin Ginting, menghadirkan Kepala Sekolah SPI Risna Amalia sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya, Risna mengatakan Ketua Yayasan SPI adalah Sendy Fransiksus Kartono. Sedangkan status JE adalah pencetus atau pendiri yayasan sekolah SPI, sebuah sekolah gratis yang diperuntukan bagi anak yatim.
"Pak JE hanya pencetus SPI saja. Sedangkan penyokong dananya banyak orang," ungkap Risna.
Ia mengaku mulai mengabdi di SPI sejak tahun 2007 sebagai guru matematika. Kemudian sejak 2009 hingga 2015, Risna menjabat sebagai kepala asrama.
"Dan alhamdulilah di tahun 2015 sampai sekarang diangkat sebagai kepala sekolah," ujarnya.
Risna menegaskan, selama dia menjabat sebagai kepala asrama dan hingga kepala sekolah, tidak satu kali pun pernah mendapat laporan adanya kejadian pencabulan di Sekolah SPI.
"Kalau misalnya ada, pasti saya laporkan itu ke ketua yayasan Pak Sendy atau ke Sekuriti, dan bila diperlukan akan saya laporkan ke polisi," jelasnya.
Di hadapan hakim tunggal Martin Ginting, Risna menceritakan jika SPI pada tanggal 7 hingga 16 September 2020 (10 hari) pernah diperiksa Dirjen Kemendiknas terkait maraknya rumor di media massa tentang isu pemerkosaan di SPI.
Hasil pemeriksaan itu keluar pada 8 Desember 2020 dengan memuat keterangan tidak menemukan indikasi pencabulan atau pemerkosaan.
Baca juga:
Praperadilan Kasus Kekerasan Seksual di SPI Kota Batu, Ini Jawaban Polda Jatim
"Selama 10 hari SPI diperiksa. Pemannggilan saksi-saksinya pun dilakukan secara acak. Rangkuman dan Dirjen Kemendiknas dinyatakan, jangankan pemerkosaan, isu pencabulan saja tidak ada. Hasilnya pada tanggal 8 Desember 2020, SPI terakreditasi A dengan nilai 91," tandas Risna.
Diketahui dalam perkara ini, JE melalui kuasa hukumnya melayangkan upaya hukum praperadilan untuk menggugurkan status tersangka yang ditetapkan penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan.
JE dilaporkan oleh SDS yang merupakan alumni di yayasan Sekolah SPI. Laporan itu diregister dengan nomor LPB/326/V/RES.1.24/2021/UM/SPKT Polda Jatim tanggal 29 Mei 2021.
Sewaktu melapor, usia SDS diketahui telah menginjak 28 tahun. Setelah melakukan penyidikan selama 67 hari, penyidik akhirnya menetapkan JE sebagai tersangka dengan dasar alat bukti subjektif.
Pada 16 September 2021, berkas pemeriksaan JE oleh penyidik kemudian dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, kemudian pada 23 September berkas dikembalikan lagi ke penyidik oleh jaksa dikarenakan masih terdapat kekurangan yang wajib dipenuhi oleh penyidik.
Baca juga:
Gugatan Praperadilan Tersangka Mark Up Lahan SMAN 3 Kota Batu Ditolak
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim Fathur Rohman mengatakan, berkas kedua kembali diterima pihaknya pada tanggal 3 Desember 2021. Namun setelah diteliti ternyata masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.
Karena sudah dua kali berkas dikembalikan oleh jaksa, JE kemudian mengajukan permohonan praperadilan untuk memperjelas status hukumnya.
Permohonan praperadilan JE itu didaftarkan pada 5 Januari 2022 dan teregister dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Sby.
Dalam petitum praperadilan, JE melalui kuasa hukumnya meminta majelis hakim untuk menghentikan sekaligus menggugurkan status tersangka.