Surabaya - Mantan narapidana terorisme Ali Fauzi Manzi datang di tengah-tengah mahasiswa baru Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada gelaran Pelatihan Spiritual dan Kebangsaan (PSB), di Graha ITS, Selasa (2/8/2022).
Pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian ini membawakan materi utama tentang moderasi beragama. Juga berbagi pengalamannya dulu, yang dikenal sebagai ahli perakit bom di berbagai organisasi radikal yang diikuti.
Dia berharap pengalaman hidupnya itu tidak diikuti para generasi muda saat ini.
"Saya pernah satu kelompok dengan Abu Bakar Ba'asyir di Malaysia," ungkap Ali Fauzi.
Ali yang sudah terasimilasi ini menyebut, pada Tahun 2015 hingga 2022, lebih dari 3.000 orang terduga teroris telah ditangkap. Jumlah ini bahkan melebihi jumlah penangkapan periode 2002 sampai 2014 lalu.
Dia membeberkan hasil riset Marc Sageman yang menunjukkan faktor terbesar orang untuk bergabung dengan jaringan radikalisme dikarenakan faktor friendship dan kinship (pertemanan dan kekeluargaan).
"Saya dulu bersama saudara saya dalam menjalankan pengalaman menyedihkan ini," tutur Ali yang juga merupakan adik kandung Amrozi, pelaku bom Bali yang telah dihukum mati.
Ali menjelaskan, radikalisasi bukanlah sebuah produk dari keputusan yang singkat, melainkan hasil dari sebuah proses panjang. Menurut pengalamannya, proses itu terjadi dengan perlahan-lahan, mendorong seseorang untuk berkomitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan.
Namun alasan yang membuat anggotanya tetap tinggal yaitu adanya dukungan sesama anggota. Lebih dalam, Ali mengungkapkan bahwa pada dasarnya komunitas teroris itu menyediakan dua suport kepada para anggotanya.
Pertama adalah support moral. Hal ini dapat terbentuk melalui pemberian pemahaman radikal kepada para anggotanya dengan pengajian, idad, rihlah, mukhoyamah dan sebagainya.
Baca juga:
Apa Kabar Umar Patek? Mulai dari Nol Jajaki Dunia Bisnis Bareng Istri
Kedua yaitu suport material seperti bantuan pendidikan, lapangan kerja hingga bantuan kesehatan.
Hadirnya kedua suport itu yang mengikat para anggotanya, sehingga nyaman dan sulit untuk keluar. Namun, jika keluar mereka tidak punya teman, dikucilkan, dimusuhi bahkan diancam pembunuhan.
"Oleh karena itu, sangat penting membentuk sebuah komunitas baru yang memberikan suport serupa tetapi bersifat positif. Seperti cinta negara, cinta polisi/TNI, cinta perdamaian, toleransi, menjunjung Islam yang ramah bukan marah," contoh Ali.
Ali mengibaratkan terorisme itu seperti penyakit komplikasi. Oleh karena itu, cara penanganannya juga tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal. Harus banyak aspek, perspektif dan metodologi.
Perlu adanya dokter spesialis, juga kampanye pencegahan dari orang yang pernah sembuh dari penyakit, seperti dirinya.
Baca juga:
Umar Patek Dapat Tawaran Kelola Rumah Makan di Surabaya
"Sekarang saya sudah sembuh setelah mengalami penyakitnya bertahun-tahun. Di sini saya bantu mencegahnya," ujar Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Lamongan itu.
Penyebaran paham radikalisme dapat melalui berbagai media, salah satunya adalah perguruan tinggi. Di mana mahasiswanya berasal dari latar belakang berbeda-beda. Karena itu, dia sangat mengapresiasi dengan adanya acara PSB ini.
"Langkah yang diambil oleh ITS sudah tepat sekali dalam mencegah bibit radikalisme terutama pada generasi muda. Kalian juga harus berhati-hati dalam memilih teman, jangan sampai terpengaruh paham radikalisme," tandasnya.
Sementara Ketua Pelaksana PSB 2022, Ir Arief Abdurrakhman mengaku sangat senang dengan penyampaian materi tentang deradikalisme itu. Dengan adanya pemberian pemahaman langsung dari narasumber, diharapkan maba dapat memahami materi ini lebih dalam dan mampu menghindari paparan radikalisme.
"Semoga mahasiswa baru ITS dapat memiliki pondasi karakter yang kuat dalam menjalani kuliah mereka ke depan," pungkas Arief.
URL : https://jatimnow.com/baca-48236-mantan-napiter-bom-bali-ali-fauzi-berada-di-antara-maba-its-ada-apa