jatimnow.com - Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan mekanisme tidak langsung atau dipilih melalui DPRD, tengah hangat. Hal itu setelah pimpinan MPR bertemu dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Jakarta, pada Senin (10/10/2022) kemarin.
Pertemuan antara MPR dan Watimpres itu membahas tentang perlunya kajian ulang terhadap sistem demokrasi Indonesia. Karena, dalam beberapa tahun terakhir demokrasi yang diterapkan justru berdampak pada peningkatan korupsi utamanya yang melibatkan kepala daerah.
Wacana ini mendapat tanggapan dari Ketua DPD Partai Gerindra Jatim Anwar Sadad yang sekaligus Wakil Ketua DPRD Jawa Timur.
Menurut dia, pelaksanaan Pilkada telah diatur dalam undang-undang. Sehingga, bergulirnya wacana ini disebutkan membutuhkan kajian mendalam atau komprehensif.
"Kalau itu dirasa perlu dipertimbangkan ulang, tentu butuh kajian serius," ujar Gus Sadad sapaan akrabnya, Selasa (11/10/2022).
Menurutnya Pilkada langsung ia ibaratkan seperti pisau bermata dua. Satu sisi merupakan implementasi kehidupan demokrasi, yang setiap rakyat memiliki hak dan kedudukan sama dalam memilih dan dipilih.
Baca juga:
Berkah Pilkada, Jasa Percetakan di Lamongan Banjir Pesanan APK
Namun, beberapa evaluasi memang diperlukan untuk semakin memperbaiki kehidupan demokrasi. Sementara kekhawatiran mengenai political high cost, money politic dan sebagainya juga perlu penegasan secara regulasi dan penerapan. Harapannya, hal tersebut dapat mewujudkan pelaksanaan demokrasi yang esensial.
Sehingga, lanjut Gus Sadad, kajian mendalam ia nilai sangatlah penting. Termasuk dalam gilirannya nanti apakah benar bahwa kepala daerah yang terlibat korupsi disebabkan mekanisme pelaksanaan pilkada langsung.
"Karena kompleks tentu butuh kajian yang mendalam," terangnya menambahkan.
Baca juga:
Kirab Maskot Pilkada 2024 Sampai di Sidoarjo
Keluarga Ponpes Sidogiri itu juga menegaskan, pelaksanaan Pilkada butuh dievaluasi, Sadad berpendapat untuk pemilihan setingkat bupati/wali kota perlu tetap dilakukan secara langsung artinya dipilih oleh rakyat. Sementara untuk setingkat gubernur, jika ingin diberlakukan Pilkada tidak langsung bisa dipertimbangkan lebih lanjut.
Karena, untuk pemimpin di tingkat kabupaten/kota memiliki kewenangan penuh pada rakyat di wilayahnya. Sementara Gubernur lebih kepada wakil pemerintah pusat di daerah dan sebagai kepala daerah.
"Kalau perlu saya kira bisa diberlakukan untuk yang provinsi dikembalikan lagi ke DPRD. Toh, DPRD adalah lembaga yang representatif dan tidak melanggar konstitusional," jelasnya.