Pixel Codejatimnow.com

Mengenal Tiga Guru Besar Baru Ubaya dan Orasi Ilmiahnya

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Farizal Tito
Pengukuhan tiga guru besar baru Ubaya (Foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)
Pengukuhan tiga guru besar baru Ubaya (Foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)

jatimnow.com - Universitas Surabaya (Ubaya) mengukuhkan tiga guru besar (gubes) baru dari tiga fakultas berbeda, Senin (30/1/2023).

Pengukuhan digelar di Gedung Perpustakaan lantai 5, Kampus Ubaya Tenggilis Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya.

Tiga guru besar baru yang dikukuhkan adalah Dr. Drs. Antonius Adji Prayitno Setiadi dari Fakultas Farmasi. Lalu Prof. Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto dari Fakultas Teknobiologi, dan Prof. Dr. Dedhy Sulistiawan dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika.

Rektor Ubaya, Dr. Ir. Benny Lianto menjelaskan, dilantiknya tiga gubes baru ini sebagai upaya menambah kualitas tri dharma perguruan tinggi.

Sekaligus implementasi program 55 profesor pada periode 2023-2027 yang diresmikan Kepala LLDIKTI Wilayah VII Jawa Timur, Prof. Dr. Dyah Sawitri untuk pengembangan sumberdaya manusia di Ubaya.

"Pencapaian ini tentu menguatkan budaya pembelajaran, penelitian, pengabdian, serta berinovasi. Dengan banyaknya guru besar, Ubaya percaya ini adalah investasi yang terbaik untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks," jelas Benny.

Benny berharap, dengan bertambahnya jumlah profesor dapat meningkatkan riset-riset dan inovasi yang berdampak bagi masyarakat.

"Sehingga, Ubaya bukan saja menghasilkan lulusan yang unggul, tetapi juga menjadi pusat riset kelas dunia," harapnya.

Dalam pengukuhan tersebut, Prof. Dr. Drs. Antonius Adji Prayitno Setiadi sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Farmasi menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Menyemai Paradigma Obat Mewujudkan Ketahanan Kesehatan".

Dari penelitian yang ia temukan, ketidakpahaman masyarakat tentang obat dan orientasinya menjadi beban yang harus ditanggung oleh masyarakat sendiri dan pemerintah.

"Hal ini membutuhkan strategi yang tepat baik secara individual maupun komunitas. Didukung pula dengan implementasi yang konsisten, dimonitoring, serta dievaluasi," jelas penerima Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden Republik Indonesia itu.

Baca juga:
Prof Dedid Dikukuhkan jadi Guru Besar PENS Departemen Teknik Eletro

Dia menambahkan, apoteker sebaiknya diberikan fasilitas untuk mengoptimalkan perannya dalam menyemai paradigma obat untuk mewujudkan ketahanan kesehatan. Juga sosialisasi dan edukasi paradigma obat serta orientasinya perlu dilakukan. Agar semua pihak dapat berpartisipasi mengatasi permasalahan paradigmatic penggunaan obat yang dijumpai sehari-hari.

Sedangkan orasi ilmiah kedua disampaikan Prof. Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto yang merupakan profesor di bidang Ilmu Bioteknologi. Ia membahas mengenai "Pengembangan Produk Pangan Fungsional-Arah Eksplorasi, Potensi Pasar, Kajian Ilmiah dan Tantangan Riset yang Ada".

Ia menerangkan, ada dua faktor utama yang membatasi berkembangnya pasar pangan fungsional, yaitu kurangnya kesadaran akan benefit kesehatan dan mahalnya harga produk pangan fungsional.

"Penting untuk lebih mengenalkan pangan fungsional kepada berbagai lapisan masyarakat. Potensi pangan fungsional seharusnya bisa diangkat sebagai upaya penyelesaian masalah pangan dan kesehatan di tingkat lokal, regional, nasional dan global," ungkap lulusan Ernst-Moritz-Arndt University of Greifswald itu.

Ia mengatakan, keberadaan definisi pangan fungsional secara formal penting untuk mengklarifikasi dan meningkatkan komunikasi antara ilmuwan pangan atau nutrisi, pembuat kebijakan, peneliti medis, dan publik di seluruh dunia.

Menurutnya, Indonesia perlu memposisikan diri untuk fokus mengembangkan segmen produk tertentu yang spesifik, memiliki nilai keterbaruan dan berbasis kekayaan lokal Indonesia. Sekaligus produk tersebut dikenal dan diminati bukan hanya oleh pasar Indonesia.

Baca juga:
Ada Catatan Secara Keagamaan Pada Pola Pembayaran BPIH dari Nilai Manfaat

Sedangkan Prof. Dr Dedhy Sulistiawan yang merupakan guru besar bidang Ilmu Akuntansi menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "New Economy: Benarkah Akuntansi Kehilangan Relevansinya?".

Berdasarkan data dan hasil pengujian, ia mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa akuntansi kehilangan relevansinya. Menurutnya, saat ini akuntansi bukanlah kehilangan peran, melainkan banyak alumni akuntansi yang berkarir di industri non-akuntansi.

"Hal ini membuat industri akuntansi dan audit mengalami kekurangan pasokan akuntan," imbuhnya.

Di sisi lain, kehadiran perusahaan new economy sebagai penopang utama revolusi industri 4.0 membuat pekerjaan akuntansi harus beradaptasi.

"Akuntansi adalah bahasa bisnis. Selama bisnis ada, maka akuntansi akan selalu beradaptasi dan tetap menjadi media informasi yang sangat berharga," ujar peraih The 2nd best paper, Asian Intellect for Academic Organization & Development Tahun 2022 tersebut.