jatimnow.com - Kasus pencabulan siswi SMP di Surabaya, berawal dari sang kakak yang menyetubuhi korban saat masih kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Hingga akhirnya sang ayah dan dua paman korban ikut melakukan pelecehan.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan kasus tersebut sudah terjadi sejak 2020 saat korban berinisial B (13) masih duduk di kelas 3 SD.
Kakak korban MNA (17) dengan tega menyetubuhi adiknya yang saat itu masih berusia 9 tahun. Sedangkan ayah ME (43) serta paman korban IW (43) dan MR (49) melakukan pelecehan terhadap korban dengan menyentuh bagian dada korban.
"Yang menyetubuhi ini hanya kakak kandung korban. Sedangkan ayah dan kedua paman hanya melakukan tindak pelecehan. Jadi beda ya, menyetubuhi dan melakukan pelecehan," kata Hendro saat memberikan keterangan resmi di Polrestabes Surabaya, Senin (22/1/2023).
Aksi ini, kata Hendro, sudah terjadi selama 4 tahun. Aksi bejat tersebut terakhir dilakukan pada bulan Januari ini, saat sang kakak sedang mabuk dan ingin menyetubuhi korban.
"Namun korban sedang menstruasi, kemudian kakak korban memasukkan kemaluannya ke dalam mulut korban," jelasnya.
Baca juga:
Ditemukan Bungker Narkoba di Jalan Kunti Surabaya, Isinya Mengejutkan!
Dari pengakuannya, lanjut Hendro, para pelaku mengaku khilaf saat melihat korban memakai pakaian ketat. Terlebih, kondisi rumah saat itu sedang sepi.
"Pelaku melakukan hal tersebut dikarenakan keadaan rumah sepi, tidak ada orang dan pelaku khilaf ketika melihat pakaian korban press body," ujarnya.
Hendro menjelaskan bahwa keempat pelaku saling mengetahui perbuatannya terhadap korban. Namun, keempatnya tak saling membahas saat bertemu.
Baca juga:
Polisi Gerebek Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya, 25 Orang Ditangkap
"Para pelaku tak melakukan bersama-sama tetapi saling mengetahui. Namun keempatnya tidak saling membahas saat bertemu," ucapnya.
Atas perbuatannya, keempat pelaku dikenakan pasal 81 dan atau 82 UU RI No.17 Tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.