Pixel Code jatimnow.com

Tutup Grebeg Suro 2018, Warga Ponorogo Tenggelamkan Tumpeng 'Raksasa'

Editor : Arif Ardianto   Reporter : Mita Kusuma
Tumpeng 'raksasa' atau Tumpeng Agung saat dilepas di 
tengah Telaga Ngebel, Selasa (11/9/2018).
Tumpeng 'raksasa' atau Tumpeng Agung saat dilepas di tengah Telaga Ngebel, Selasa (11/9/2018).

jatimnow.com – Perhelatan Grebeg Suro 2018 di Kabupaten Ponorogo seperti biasa ditutup dengan Ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, Kecamatan Ngebel, Ponorogo, Selasa (11/09/2018).

Dalam ritual itu, sebanyak 10 tumpeng atau gunungan awalnya diarak mengelilingi Telaga Ngebel sepanjang kurang lebih empat kilometer. Dua diantara 10 tumpeng itu berukuran besar atau tumpeng raksasa, sedangkan delapan lainnya terbilang kecil.

Satu diantara dua tumpeng besar itu merupakan Tumpeng Agung atau Gunungan Utama yang berisi beras merah. Tumpeng yang satu ini akan dilarung menggunakan perahu dan ditenggelamkan di tengah telaga yang berlokasi sekitar 25 km dari pusat Kota Ponorogo ini.

Sedangkan satu tumpeng besar dan delapan tumpeng kecil lainnya biasanya disebut Buceng Purak. Sembilan tumpeng ini akan diperebutkan oleh warga di lokasi. Warga percaya, tumpeng Buceng Purak yang berisi hasil bumi dapat mendatangkan berkah.

"Ya memang berkeliling dulu. Larung Sesaji itu semacam bersih desa," kata Ketua Umum Larung Sesaji, Suryadi, ditemui di lokasi.

Sementara itu, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni juga ikut hadir dalam acara ritual itu. Ipong datang bersama istrinya, Sri Wahyuni dan beberapa Forpimda (Forum Pimpinan Daerah), serta para Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Ipong menjelaskan larungan Ngebel menceritakan tentang asal muasal Telaga Ngebel. Makanya, Ada dua tumpeng besar yang disediakan.

"Satu tumpeng agung. Satunya lagi tumpeng buceng purak. Tumpeng agung yang berisi beras merah kita larung. Dan satunya untuk perebutan," terang Ipong.

Baca juga:
ASN Pemprov Jatim Dilarang Pakai Mobil Dinas untuk Mudik Lebaran

Menurut Ipong, hal itu menjadi ceria asal muasal Telaga Ngebel dan Pemkab Ponorogo tetap mempertahankannya hingga saat ini.

"Agar supaya orang tahu. Orang menghargai legenda seperti ini," terangnya.

Ia juga menjelaskan, di Bali pariwisata bisa maju karena menghargai tradisi yang ada. Ia pun berkeinginan demikian, sehingga diharapkan pariwisata di Ponorogo terus maju dan berkembang.

"Ujung-ujungnya kan meningkatkan perekonomian. Seperti yang ada sekarang ini. 11 hari acara Grebeg Suro warung makan, toko suvenir dan hotel penuh," jelasnya.

Ia pun mengevaluasi, untuk sarana dan prasarana tempat wisata harus diperbaiki lagi ke depannya. Agar wisatawan terus berdatangan ke Ponorogo, sehingga tidak hanya Grebek Suro saja, tapi juga di waktu lainnya mereka berwisata di Ponorogo. (ADV/Arif Ardianto)

Baca juga:
Diserahkan Mendagri, Banyuwangi Raih Peringkat Pertama Kinerja Pemkab Se-Indonesia