jatimnow.com - Destinasi wisata kuliner di Banyuwangi terus tumbuh. Salah satu yang saat ini sedang menjadi primadona adalah Pasar Wit-witan yang terletak di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi.
Berada di bawah pepohonan yang rindang, wisatawan bisa menikmati berbagai kuliner tradisional, termasuk Geseng Bangsong, khas Singojuruh. Pasar kuliner tradisional ini buka setiap hari Minggu pagi, mulai pukul 06.00 hingga 10.00 Wib.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berkesempatan mengunjunginya beberapa saat lalu. Ia mengaku sangat menikmati beragam kuliner di pasar tersebut, terutama Geseng Bangsong atau itik jantan.
Baca juga: Bazar Kuliner Kampoeng Cungking Banyuwangi Angkat Hidangan Tradisional
"Nikmat sekali rasanya. Rasa pedas bercampur asam dari daun wadung yang menjadi campuran bumbunya sungguh nikmat," ungkap Bupati Anas.
Geseng Bangsong atau Geseng Entok adalah makanan khas Dusun Wijenan Kidul, Desa Singolatren, Kecamatan Singojuruh. Makanan ini biasanya dihidangkan saat acara-acara keagamaan umat Islam, seperti Maulid Nabi, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain Geseng Bangsong, di pasar ini juga menjajakan Rawon Alas, Sego Cawuk hingga aneka kudapan tradisional seperti tiwul hingga gatot. Untuk minuman, mulai dari jamu hingga es cendol juga bisa ditemukan di pasar ini.
Tak hanya itu, para pedagang makanan juga diwajibkan mengenakan busana adat khas masyarakat Using Banyuwangi. Di pasar ini juga tak boleh ada wadah dan sampah plastik. Para penjual makanan diwajibkan menggunakan daun pisang hingga tempurung kelapa untuk makan dan minum.
Baca juga: Cara Memasak Ikan Kakap Merah Panggang
"Ini memang ketentuan yang sudah disepakati oleh panitia, yaitu ibu-ibu PKK Desa Alasmalang. Bahkan mereka sangat ketat, agar penjual tidak menggunakan tempat atau wadah dari plastik. Makanya bisa dilihat sendiri, untuk minuman menggunakan tempurung kelapa atau potongan bambu sebagai mangkok dan gelas. Juga cobek dari tanah dengan alas daun," sambung Camat Singojuruh, Mochamad Lutfi, Jumat (1/11/2019).
Menikmati aneka kuliner di masa lampau di tempat ini memang beda suasananya. Karena berada di kawasan hutan kecil yang penuh dengan pepohonan. Tempat duduk juga dari bangku bambu, sendok yang digunakan juga dari kayu.
"Alhamdulillah mendapat sambutan positif, karena pengunjung tambah banyak dan mereka yang ingin bergabung pun juga tambah banyak. Namun demikian, panitia tetap menyeleksi dengan ketat mulai dari olahan yang ditawarkan, hingga kemasan dan penampilan penjualannya," tambah Lutfi.
Pasar yang ramai dikunjungi ratusan wisatawan ini memberi berkah bagi para pedagangnya yang semuanya adalah warga setempat. Seperti yang dikatakan Lamhatin, pedagang Geseng Entok ini. Dia yang memiliki usaha warung Geseng 'Mbak Tin' di pasar tersebut mengaku bisa meraup keuntungan lebih tinggi saat berjualan di Pasar Wit-Witan.
Baca juga: Cagub Khofifah Kunjungi Pasar Larangan Sidoarjo, Paparkan Ide Pengembangan
"Kalau jualan di rumah, saya biasanya habis 6-7 ekor entok per hari. Namun di Pasar Wit-Witan ini, saya bisa masak hingga 24 ekor entok. Itupun dua jam saja sudah ludes. Alhamdulillah," ujar Tin-sapaan akrabnya.
Hal serupa juga diungkapkan Sundari, pembuat aneka dodol. Menurutnya, setiap minggu berjualan di Witwitan, omzetnya mencapai Rp 5-6 juta.
"Angka ini setara dengan yang saya dapatkan kalau berjualan dodol dari rumah selama satu minggu. Jadi ini sangat bermanfaat bagi keluarga kami," ujar Sundari.