jatimnow.com - Masifnya pembangunan wisata buatan dan pusat bisnis di Kota Batu lambat laun dikhawatirkan bisa mengancam kualitas lingkungan. Peraturan Daerah Ruang Terbuka Hijau (Perda RTH) pun tengah dibahas.
Rencana Peraturan Daerah (Raperda) Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada semester ketiga Tahun 2020 itu dibahas DPRD Kota Batu usai rapat paripurna bersama pemkot pada Rabu (26/8/2020).
Ketua Program Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kota Batu, Syaifudin berharap, Raperda RTH bisa digunakan untuk mempertahankan RTH agar tidak terjadi alih fungsi lahan. Sehingga pembangunan di Kota Batu bisa dikendalikan atau terarah.
Baca juga: Retribusi Uji KIR Bojonegoro Dihapus, PAD Hilang Rp1,1 Miliar
Apalagi pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2019 yang sekarang dibahas di provinsi belum jelas.
"Raperda ini terus kita seriusi sebagai salah satu antisipasi agar pembangunan apapun tidak ngawur dan terarah. Supaya fungsi ekologis atau lingkungan di Kota Batu juga terus terjaga keasriannya," terang Politisi PKS ini, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, Perda RTH itu juga bisa melindungi ketersediaan RTH dari alih fungsi lahan serta meningkatkan peran dan tanggungjawab pemerintah kota dan masyarakat dalam mengelola RTH.
Kemudian tujuan penyelenggaraan RTH ini juga untuk menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan alami dan lingkungan secara berkelanjutan.
Baca juga: Kantong Parkir Jalan Dhoho Kediri Gratis Selama Masa Uji Coba
"Pada akhirnya bisa meningkatkan kualitas perkotaan yang bersih, indah, aman dan nyaman serta mengoptimalkan pemanfaatan RTH perkotaan dan dapat dipertanggungjawabkan," ungkap Syaifudin.
Sementara Direktur Nawakalam Gemulo, Aris Faudzin menerangkan, RTH sebagai daya dukung lingkungan yang menyerap polutan dan area resapan air terus berkurang di Kota Batu.
Menurut aktivis lingkungan ini, dari tahun ke tahun daya dukung ekologi di Kota Batu mengalami penurunan yang disebabkan konversi lahan hijau beralih sebagai kawasan terbangun.
"Banyak kawasan di Kota Batu yang dulunya rimbun kini beralih menggusur jalur-jalur hijau. Ketersedian RTH di Kota Batu pun masih jauh di bawah 30 persen dari total luas wilayah seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Dari 30 persen itu, sebesar 20 persen RTH publik dan 10 persennya privat," papar Aris.
Baca juga: DPRD Gresik Gencar Lakukan Sosperda Ketenagakerjaan
Lanjutnya, merosotnya jumlah RTH digerus oleh meningkatnya aktivitas pembangunan gedung bangunan tanpa kendali aturan yang ketat. Sehingga berdampak pada hilangnya kesejukan udara di Kota Batu.
"Memang perlu ditambah, karena kawasan ini dulunya dikenal dengan kesejukan udaranya. Harapan kami memang perlu ada penambahan RTH. Selain persoalan kuantitas, RTH tidak merusak atau merubah alih fungsi kawasan lindung," tambahnya.