jatimnow.com - Cuaca yang tak menentu, pembuat kerupuk di Jombang kesulitan melakukan penjemuran. Akibatnya, para produsen memilih mengurangi produksi.
Sinar matahari yang cerah sangat dimanfaatkan pembuat kerupuk di Dusun Sambongsantren, Desa Sambongdukuh, Kecamatan Jombang, untuk menjemur krecek kerupuk yang sudah dicetak tipis-tipis.
Mereka tampak bersemangat menata satu per satu krecek kerupuk dibesek. Setelah penuh, besek ditaruh di halaman belakang rumah milik Farhan Zakaria Achmad untuk dijemur.
Baca juga: Produksi Kerupuk Tempe Desa Puger Kulon Jember Turun akibat Cuaca Tak Menentu
Farhan mengaku mulai sulit untuk menjemur kerupuk karena cuaca tak menentu.
"Kalau panas ini dimanfaatkan betul untuk menjemur. Karena kalau siang kadang sudah turun hujan," paparnya, Senin (31/10/2022).
Lebih lanjut, Farhan menjelaskan saat cuaca tak menentu seperti saat ini, sagat berpengaruh pada produksi kerupuk buatannya. Sebab harus menunggu terik matahari untuk menjemur.
"Ya kendalanya itu cuma matahari. Karena sangat mendandalkan alam," tegasnya.
Pria berusia 23 tahun ini mengatakan agar tetap bisa berjualan, ia terpaksa mengurangi jumlah produksinya. Biasanya dalam satu hari ia menggoreng 40 kilogram krecek kerupuk, sekarang hanya 30 kilogram.
"Kalau membuat banyak 40 kilogram takut kreceknya itu rusak karena sinarnya kurang bagus," ucapnya.
Baca juga: Sisihkan Rp20 Ribu Setiap Hari, Penjual Kerupuk di Jombang Bisa Berangkat Haji
Untuk melakukan penjemuran, ia membutuhkan waktu satu hari saat terik.
"Kalau sekarang tidak bisa sehari, kadang sampai dua hari," tegasnya.
Memang kondisi cuaca sangat mendung dan tak ada sinar matahari. Farhan pun rela tak melakukan produksi kerupuk. Hal ini dikarenakan pihaknya menjaga kualitas dan rasa kerupuk.
"Kalau tidak benar-benar kering rasa kerupuk jadi tidak enak dan kalau di goreng juga tidak bisa mekar," paparnya.
Baca juga: Kerupuk di Madiun Jadi Imut Gegara Harga Minyak Goreng Meroket
Lantaran kondisi seperti ini, Farhan mengaku omzetnya menurun. Biasanya dalam satu bulan bisa meraup sebesar Rp7 juta. Sekarang hanya Rp5 juta sampai Rp6 juta per bulan.
"Ya tetap disyukuri saja masih bisa produksi. Kalau ada oven pengering itu enak tidak terlalu mengandalkan cuaca," pungkasnya.