jatimnow.com - Di tengah gemuruh Anugerah HUMAS INDONESIA 2025, seorang pakar komunikasi melontarkan pesan penting bagi para praktisi humas: lupakan pencitraan, fokuslah pada pembangunan kepercayaan.
Ketua Perhumas Surabaya Raya, Suko Widodo, membeberkan 3 kunci utama untuk meraih kepercayaan publik. Apa saja?
1. Transparan Sebelum Diminta: Buka Diri, Jangan Ada yang Ditutupi!
Baca juga: Ramai Bendera One Piece Berkibar, Pakar Unair: Jangan Represi Kebebasan Berekspr
Suko Widodo menegaskan bahwa transparansi adalah fondasi utama dalam membangun kepercayaan. "Transparansi membuat warga merasa dihormati," ujarnya.
Ia mencontohkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang secara terbuka mencatat setiap rupiah infak. "Praktik kecil ini berdampak besar dalam melahirkan kepercayaan jamaah."
Namun, Suko menyayangkan masih banyak humas yang lebih sibuk mengabarkan siapa yang hadir di rapat, daripada apa yang diputuskan dalam rapat.
"Rajin menyebar foto pejabat tersenyum, tapi jarang menjelaskan progres kebijakan yang menyentuh kehidupan rakyat," kritiknya.
2. Responsif, Bukan Defensif: Dengarkan Kritik, Jangan Menyerang Balik!
Baca juga: Perhumas Surabaya Raya Dilantik, Boy: Tancap Gas Cetuskan Progam Unggulan
Kunci kedua adalah responsif terhadap masukan dan kritik dari publik. Suko mencontohkan command center Pemerintah Kota Surabaya yang membuka data secara real-time, memungkinkan warga memantau transparansi laporan.
"Ini adalah contoh bagaimana humas bisa responsif terhadap kebutuhan informasi publik," jelasnya.
Suko juga menyoroti BPBD Jawa Timur yang menunjukkan akuntabilitas komunikasi dalam situasi darurat bencana. "Komunikasi akuntabel bukan sekadar etika birokrasi, tetapi urusan nyawa manusia," tegasnya.
3. Berorientasi pada Publik: Utamakan Kepentingan Rakyat, Bukan Citra Lembaga!
Baca juga: Perhumas Surabaya Komitmen Sebarkan Semangat Positif
Kunci ketiga adalah berorientasi pada kepentingan publik. Suko menilai banyak humas yang terjebak dalam menjaga citra lembaga, bukan melayani kebutuhan informasi masyarakat.
"Yang kita butuhkan adalah humas yang melayani, humas yang membuat warga tertarik untuk mendengar, dan akhirnya percaya," pungkasnya.
Suko Widodo berharap, dengan menerapkan tiga kunci ini, para praktisi humas dapat bertransformasi dari sekadar "tukang pencitraan" menjadi agen pembangunan kepercayaan publik.