STOP Kekerasan Seksual Anak Disabilitas! Ini Solusi Prof. Mia

Sabtu, 25 Okt 2025 16:13 WIB
Reporter :
Ali Masduki
Prof. Mia Amiati menyampaikan pendapat saat menjadi pembicara utama dalam gelaran Malang Autism Colors 2025 yang digelar Malang Autis Center, di Malang Creative Center (MCC), Sabtu (25/10/2025). (Foto: Ali Masduki/jatimnow.com)

jatimnow.com - Kekerasan seksual terhadap anak-anak disabilitas di Indonesia menunjukkan tren meningkat, memicu perhatian serius dari pakar hukum dan perlindungan anak. Stigma sosial dan hambatan sistem hukum membuat mereka sulit mendapatkan perlindungan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap anak.

Data dari lembaga perlindungan anak mencatat peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak dengan disabilitas, terutama yang mengalami disabilitas intelektual. Kondisi ini diperparah oleh sistem hukum yang belum sepenuhnya inklusif dan responsif terhadap kebutuhan khusus korban.

Indonesia memiliki dasar hukum yang menjamin perlindungan anak, termasuk anak disabilitas. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap anak berhak tumbuh dan berkembang serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Baca juga: Bukan Penyakit, Ini Cara Bijak Dampingi Anak Autis

Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menekankan kesetaraan hak dan aksesibilitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum.

Namun, implementasi hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Guru Besar Kehormatan Bidang Ilmu Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Mia Amiati, menegaskan bahwa anak-anak disabilitas kerap menghadapi hambatan berlapis dalam sistem peradilan.

“Anak-anak disabilitas memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum. Sayangnya, mereka seringkali menjadi korban diskriminasi dan kurangnya aksesibilitas dalam proses peradilan. Kita harus memastikan sistem hukum responsif dan memberikan perlindungan yang efektif,” ujar Prof. Mia saat menjadi pembicara utama dalam gelaran Malang Autism Colors 2025 yang digelar Malang Autis Center, di Malang Creative Center (MCC), Sabtu (25/10/2025).

Komisaris Independen di Bank Mandiri itu mengungkap tiga kendala besar yang menghambat akses keadilan bagi anak-anak disabilitas korban kekerasan seksual.

Pertama, stigma dan mitos negatif. Pandangan masyarakat yang salah sering menimbulkan victim blaming dan meremehkan pengalaman korban.

Kedua, kurangnya asesibilitas. Banyak fasilitas hukum tidak menyediakan juru bahasa isyarat, materi informasi yang mudah dipahami, atau lingkungan fisik yang ramah disabilitas.

Baca juga: Pemkot Malang Siap Bersinergi dengan Malang Autism Center Dukung Anak Istimewa

Ketiga, keterbatasan kapasitas aparat hukum. Polisi, jaksa, dan hakim belum semuanya memiliki keterampilan dan pemahaman yang cukup untuk menangani kasus anak disabilitas.

\

Untuk mewujudkan keadilan inklusif bagi anak-anak disabilitas korban kekerasan seksual, Prof. Mia mengungkap pentingnya solusi yang komprehensif dan terstruktur.

Langkah-langkah ini meliputi peningkatan kesadaran dan edukasi masyarakat tentang hak-hak anak disabilitas serta upaya menghilangkan stigma negatif.

Selain itu, aparat penegak hukum perlu mendapatkan pelatihan khusus agar mampu menangani kasus-kasus sensitif dengan lebih efektif.

Mantan Kepala Kejati Jawa Timur itu juga mendorong pengembangan pedoman dan protokol yang jelas, mulai dari prosedur wawancara hingga persidangan, yang berpusat pada kebutuhan korban.

Baca juga: Ketika Gas Negara Mengalirkan Harapan, Anak Autis Pun Bisa Berdikari

Aksesibilitas juga menjadi kunci, dengan penyediaan juru bahasa isyarat, materi yang mudah dipahami, dan fasilitas fisik yang ramah disabilitas.

Terakhir, Prof. Mia menyerukan penguatan jejaring rujukan antara lembaga perlindungan anak, layanan disabilitas, dan penegak hukum untuk memastikan dukungan yang komprehensif bagi korban.

Kekerasan seksual terhadap anak disabilitas merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran, memperkuat sistem hukum, dan membangun jejaring rujukan yang solid, anak-anak disabilitas dapat memperoleh perlindungan dan keadilan yang layak.

“Kita semua memiliki tanggung jawab melindungi anak-anak disabilitas dari kekerasan dan memastikan mereka dapat tumbuh serta mencapai potensi penuh,” tutup Prof. Mia.

Ikuti perkembangan berita terkini Jawa Timur dan sekitarya di Aplikasi jatimnow.com!
Berita Malang

Berita Terbaru
Tretan JatimNow

Terpopuler