Pixel Code jatimnow.com

Banyuwangi Underwater Festival, Kampanyekan Konservasi Laut

Editor : Arif Ardianto  
Bupati Banyuwangi membuka Banyuwangi Underwater Festival
Bupati Banyuwangi membuka Banyuwangi Underwater Festival

jatimnow.com–  Underwater Festival yang digelar oleh Banyuwangi berlangsung meriah. Berbagai atraksi wisata dan edukasi bahari mewarnai event yang dihelat selama tiga hari, 4-6 April tersebut. Event ini sekaligus menjadi kampanye pentingnya konservasi laut .

Underwater Festival dibuka langsung oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pada Rabu (4/3/2018).

Turut hadir Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang) Kementrian Kelautan dan Perikanan Zulfichar Mochtar.

Di hari pertama even ini, beragam atraksi digelar, mulai "Nemo Dancing" (pengamatan ikan Nemo selama 48 jam), tari gandrung di dasar laut, pelatihan produk olahan ikan, dan edukasi bahari kepada 250 pelajar Banyuwangi.  

“Pemerintah pusat menggaungkan pariwisata bahari sebagai salah satu kekuatan pariwisata Indonesia. Ini adalah bagian menterjemahkannya, dengan menggelar event yang tidak hanya menampilkan atraksi, namun juga terkandung edukasi bahari di sini,” kata Anas.

Underwater Festival  berlangsung di Pantai Bangsring yang merupakan kawasan konservasi bawah laut yang dikelola oleh nelayan Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi.

Pada tahun 2017, kelompok nelayan di kawasan ini menerima Kalpataru dari Presiden RI karena mereka mampu merubah mindset dari yang dulunya pengebom ikan, kini aktif melakukan restorasi terumbu karang.  

Atraksi pengamatan Nemo selama 48 jam, merupakan salah satu bukti nyata keberhasilan konservasi yang dilakukan oleh nelayan Bangsring.

Dulu, terumbu karang rusak dan ikan Nemo menghilang, tapi setelah menjadi area konservasi ikan Nemo pun kembali.

“Even ini adalah bagian kampanye kepedulian kami dengan laut, karena laut adalah masa depan kita yang harus terus dijaga dan dipelihara," ujarnya.

Ia juga mengaku bangga dengan aksi para nelayan muda di Bangsring, karena bisa bersinergi dengan pemerintah dan berhasil menjadikan wisata bahari ini menjadi salah satu tujuan liburan favorit di Banyuwangi.

Selain pengamatan Nemo, even ini juga menggelar edukasi bahari bagi 250 pelajar sekolah dasar yang berada di sekitar Pantai Bangsring.

Salah satu edukasi yang diberikan adalah pengenalan jenis-jenis ikan seperti ikan tangkap dan ikan hias maupun yang dilindungi.

Baca juga:
ASN Pemprov Jatim Dilarang Pakai Mobil Dinas untuk Mudik Lebaran

Juga ada atraksi menarik lainnya yang ditunggu para pengunjung, yakni menari Gandrung di bawah laut. Tarian yang menjadi salah satu ikon Banyuwangi ini sukses dibawakan oleh 23 penari dan pemain musik tradisional didasar laut Bangsring.

Mereka menari di kedalaman 10 meter selama 10 menit dengan kostum Gandrung yang dilengkapi perlengkapan menyelam.

Sementara itu, Kepala Balitbang KKP Zulfichar mengaku terkesan. Even ini merupakan terobosan model pariwisata dimana pemerintah daerah berkolaborasi dengan kelompok nelayan konservasi mengemas sebuah even yang sangat menarik.

“Proses transformasi yang terjadi dari nelayan pembom ikan menjadi pelaku konservasi hingga menjadi pariwisata massif adalah hal yang sangat luar biasa," kata Zulfichar.

Ditambah lagi dengan dukungan pemerintah daerah yang bisa mendorong kemajuan sektor pariwisata, sehingga ini menjadi sebuah inspirasi yang bisa menjadi contoh untuk daerah lain.

Ketua Nelayan Samudra Bakti sekaligus  pengelola Bangsring Underwater Ikhwan Arief mengatakan dirinya selalu mengajak dan memotivasi nelayan di Indonesia untuk menjaga ekosistem laut.

Baca juga:
Diserahkan Mendagri, Banyuwangi Raih Peringkat Pertama Kinerja Pemkab Se-Indonesia

"Karena, dengan cara ini nelayan bisa menjadi lebih sejahtera. Sudah saya buktikan," kata Ikhwan.

Sejak 2012, Samudra Bakti bersama Kementrian Pariwisata dan Kementrian Kelautan dan Perikanan dipercaya mendampingi nelayan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Pendampingan itu untuk melakukan konservasi laut dan pengembangan pariwisata bahari. Mulai dari Raja Ampat, Wakatobi, Manokwari, hingga Bawean. 

 

Penulis/Editor: Arif Ardianto