Pixel Code jatimnow.com

Demi Buku Bhineka Tunggal Ika, Paijo Jalan Kaki Keliling Indonesia

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Mita Kusuma
Paijo, pemuda yang jalan kaki keliling Indonesia start dari Makassar saat sampai di Ngawi, Jawa Timur
Paijo, pemuda yang jalan kaki keliling Indonesia start dari Makassar saat sampai di Ngawi, Jawa Timur

jatimnow.com - Seorang pemuda bernama Prayogi PY alias Paijo, melakukan perjalanan keliling Indonesia. Pemuda 21 tahun asal Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanyang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan itu, sampai di Ngawi, Minggu (1/9/2019).

"Saya berjalan kaki berangkat dari Makassar bulan Oktober 2018," kata Paijo.

Berangkat dari Makassar, Paijo saat itu langsung menuju Sumatera kemudian Jakarta. Paijo mengaku, selama perjalannya, ia melihat langsung dan merasakan perbedaan budaya dan bahasa dari daerah-daerah yang disinggahinya.

"Ada yang ramah, ada pula yang tidak suka. Kalau jalan gini pasti bau, pasti banyak yang jijik," tambahnya.

Paijo menceritakan, banyak warga yang penasaran melihat tas Paijo yang bertuliskan Jalan Kaki Jelajah Nusantara Keliling Indonesia.

"Mereka penasaran pemiliknya siapa, terus saya datang. Mereka pasti minta foto," bebernya.

Ia mengaku ingin menulis buku tentang Bhineka Tunggal Ika selepas jalan kakinya keliling Indonesia rampung. Ia ingin aksi jalan kakinya bermanfaat. Sebab sepanjang perjalannya, ia ingin mengobservasi karakter orang-orang yang ia temui.

"Aku harus tahu kondisinya. Biar kerasa Bhineka Tunggal Ika-nya," tambahnya.

Segudang pengalaman selama perjalanan, juga ia temukan, seperti beberapa kali kena begal dan palak para preman. Ia bahkan harus berganti handphone sebanyak lima kali akibat aksi kriminal tersebut.

"Handphone saya dipalak di lima lokasi, salah satunya di Lampung. Empat lainnya saya lupa daerahnya," ungkapnya.

Untuk menempuh perjalanan, Paijo mengaku hanya membawa sedikit modal. Untuk itu, setiap singgah di sebuah daerah, ia selalu mencari pekerjaan sedapatnya.

"Kadang saya borong tisu, lalu saya jual di perempatan. Atau saya jual koran. Hasilnya buat jalan lagi," tuturnya.

Sampai di Kabupaten Ngawi, Paijo mengaku tidak bisa menjual tisu maupun koran. Sebab, berdasarkan peraturan daerah (perda), masyarakat dilarang berjualan di perempatan lampu merah.

"Tapi bekal masih ada. Kalau tidak ada, nanti ke warung makan, minta izin untuk bantu kerja. Kan pasti dapat uang dan makan," harapnya.

Selain mengeksplore budaya dan bahasa di setiap daerah yang disinggahinya, Paijo juga menyempatkan mampir ke tempat wisata dan kuliner di setiap daerah tersebut. Mampir ke kantor kecamatan atau pemkab untuk meminta stempel juga ia lakukan sebagai bukti bahwa ia pernah singgah di daerah itu.

"Saya cuma minta stempel. Nanti bisa dilampirkan jika buku yang saya impikan terwujud," tambahnya.