Pixel Code jatimnow.com

UU 5/2O14 Tentang ASN: Presiden Bisa Beri Sanksi

Editor : Redaksi   Reporter : Budi Sugiharto
Eri Cahyadi (tengah) saat berada di Taman Harmoni, Surabaya
Eri Cahyadi (tengah) saat berada di Taman Harmoni, Surabaya

jatimnow.com - Eri Cahyadi bukan lagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Calon wali kota dari PDIP ini sudah mundur dari ASN, dia bukan lagi pegawai di Pemkot Surabaya.

Namun sebelum mundur dari ASN, pejabat satu ini diduga telah melakukan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Pantauan jatimnow pada Sabtu (5/9/2020), sesuai pasal 33, Komisi ASN dapat memberi sanksi berupa peringatan, teguran, perbaikan, pencabutan, pembatalan hingga hukuman disiplin untuk pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32 menyebutkan bila Komisi ASN atau KASN memiliki wewenang mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN. Pada ayat c, KASN bisa meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode serta perilaku pegawai ASN.

Disebutkan didalam ayat e, bahwa KASN dapat meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN.

Sanksi dilakukan oleh Presiden selaku pemegang kekuasan tertinggi pembinaan ASN dan menteri terhadap keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, dan terhadap pejabat pembina kepegawaian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota..

Bagian kedua tentang status dijelaskan pada pasal 9 ayat 2 bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Juga diterangkan pasal 10 tentang fungsi pegawai ASN pelayan publik dan perekat dan pemersatu bangsa.

Sekali lagi, Eri Cahyadi yang sewaktu menerima rekomendasi dari PDIP masih tercatat sebagai kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya alias ASN.

Pada bagian ketiga pasal 12 UU No 5 Tahun 2014 itu juga dijelaskan peran ASN.

"Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme," demikian bunyi pasal 12.

Koordinator Coruption Watch Indonesia atau SCWI, Hari Cipto Wiyono mengatakan, penggunan aset negara sebagai tempat kegiatan politik atau penyerahan rekomendasi oleh PDIP itu jelas menyalahi aturan. Menurutnya hal itu mengarah ke penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik.

Baca juga:
Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji

"Sudah sangat jelas menyalahgunakan wewenang. Aset negara berupa Taman Harmoni yang punyanya Pemkot Surabaya tidak boleh untuk tempat politik," tutur Hari, Jumat (5/9/2020).

Hari menegaskan, selain menggunakan fasilitas negara, Eri Cahyadi masih berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang saat itu belum mengundurkan diri pada saat menerima rekomendasi di Taman Harmoni, Keputih.

"Waktu terima rekom, Pak Eri belum mengundurkan diri. Dalam undang-undang ASN dia sudah layak dapat sanksi," jelasnya.

Menurutnya, selain menabrak Undang-undang No 5/2014 tentang ASN, secara etika Eri dinilai tidak memiliki jiwa ksatria. Eri dianggap dalam posisi abu-abu, antara sebagai ASN dan politisi.

"Dia kan setengah ASN, setengah politisi. Mana ada ASN yang daftar sebagai calon wali kota belum mengundurkan diri selain Eri," ucapnya.

Seharusnya, lanjut Hari, kalau Eri berhasrat maju dalam Pilwali Surabaya 2020, maka jauh sebelum rekomendasi turun sudah mengundurkan diri.

Baca juga:
Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak

Hari mencontohkan keputusan Mujiaman Sukirno mundur dari Direktur Utama PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sebelum terjun ke pilwali sebagai langkah yang tepat. Dan itu bukti Mujiaman yang diketahui berpasangan dengan Machfud Arifin itu orang yang memegang teguh etika.

"Pak Mujiaman mundur itu sebagai langkah yang bernilai etika tinggi. Itu seorang yang gentle. Jadi Pak Mujiaman sudah memberikan contoh yang baik kepada masyarakat," jelasnya.

Masih kata Hari, karena telah melanggar aturan Undang-undang ASN dan tidak memiliki etika yang baik, Eri tidak layak dipilih dalam Pilwali Surabaya yang berlangsung pada 9 Desember mendatang.

"Jika mengawali saja sudah banyak menyalahi aturan yang ada dan tidak memegang teguh etika, maka dalam proses selanjutnya, dia bisa menghalalkan segala cara untuk bisa mewujudkan ambisinya mendapatkan kursi kekuasaan di Surabaya," tegasnya.

Dan ini rawan menggunakan uang rakyat karena diback up oleh Bu Risma (Tri Rismaharin Wali Kota Surabaya). Maka ini calon tidak layak dipilih warga Surabaya," imbuh dia.