Pixel Codejatimnow.com

Kue Kopyor, Jajanan Khas Banyuwangi yang Hanya Ada di Bulan Ramadan

Editor : Arif Ardianto  
Satria dan Dodi saat sedang berjualan kue kopyor
Satria dan Dodi saat sedang berjualan kue kopyor

jatimnow.com - Kuliner yang satu ini merupakan jajanan khas Banyuwangi yang hanya dapat dijumpai pada Bulan Ramadan saja. Ya, nama kuliner yang satu ini adalah Kue Kopyor.

Bahan dasar jajanan ini diantaranya santan yang telah matang, roti tawar, mie bihun, dan beberapa potongan nangka. 

Dari bahan-bahan itu, nantinya dijadikan satu sesuai takaran dan dibungkus menggunakan daun pisang untuk dimasak dengan cara dikukus.

"Untuk daun pisangnya dikukus dulu biar layu dan tidak mudah sobek ketika digunakan membungkus santan. Jadi, dengan begitu kita bisa membuat kue kopyor dan yang tidak cepat basi," kata salah satu produsen Kue Kopyor, Inaya (39) yang tinggal di Singodimayan, Kelurahan Singonegaran, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, Jumat (25/5/2018).

Selama Bulan Suci Ramadan, ia mengaku setiap hari Kue Kopyor itu dijualnya secara berkeliling, baik dengan cara jalan kaki ataupun naik sepeda kayuh mulai pukul 12.00-16.00 Wib.

Menurut Inaya, setiap harinya dia mampu memproduksi dan menjual Kue Kopyor sebanyak 80-150 bungkus.

"Awalnya dulu yang jual keliling anak saya, Fikri, tapi 10 tahun yang lalu. Kalau sekarang yang jualan anak-anak sekitar sini. Ada yang usia SD dan SMP, dan dari saya perbungkusnya Rp 1.500," ujarnya..

Salah satu penjual Kue Kopyor yang ditemui jatimnow.com bernama Satria (13), warga Lingkungan Kemasan, Kelurahan Panderejo. Ia mengaku berjualan Kue Kopyor ini atas kemauannya sendiri tanpa ada yang menyuruh ataupun memaksanya.

Baca juga:
Kisah Mahasiswa Unair Lebaran dan Puasa di Yunani, Demi Apa?

“Perbungkus saya jual Rp 3-4 ribu. Hasilnya buat ditabung beli kopiah, sandal dan baju lebaran,” kata Satria saat di bilangan Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi.

Begitu juga dengan Dodi (14), asal Kelurahan Kampung Mandar yang tengah menjajakan Kue Kopyor di seputaran jalan Kelurahan Tamanbaru. 

Dodi mengaku, sebelum berangkat berjualan, antara penjual yang satu dengan yang lainnya saling melakukan komunikasi dalam pembagian wilayahnya.

Misalnya, jika start dari Kelurahan Singonegaran lalu melalui Jalan Ahmad Yani hingga belok kanan di pertigaan Untag 1945 Banyuwangi sampai Kelurahan Tamanbaru.

Baca juga:
Kunjungan Wisatawan di Telaga Ngebel Ponorogo Naik 25 Persen

“Ya biar gak tabrakan. Biasanya sekali jalan ada 2 atau 3 anak. Kalau misalnya di rute saya rame pembeli dan barang habis, kalau ketemu teman tak kasih tahu,” ujar Dodi.

 

Reporter: Hafiluddin Ahmad

Editor: Arif Ardianto