Pixel Codejatimnow.com

90 Persen PMI Ilegal Masih Alami Kasus Penganiayaan hingga Eksploitasi

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Zain Ahmad
BP2MI menggelar Migran Day 2020 di Surabaya
BP2MI menggelar Migran Day 2020 di Surabaya

jatimnow.com - Badan Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia (BP2MI) menyoroti banyaknya kasus yang masih terus dialami Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menyebut, kasus-kasus itu berupa penganiayaan fisik, eksploitasi, gaji yang dibayarkan tak sesuai kontrak, jam kerja yang melebihi batas hingga kekerasan seksual.

Benny mencontohkan seperti halnya pekerja migran yang berprofesi sebagai Anak Buah Kapal (ABK) yang mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam hal makanan dan minuman. Bahkan gaji mereka tak dibayarkan selama 10 bulan.

"Itu sering dialami oleh ABK dan juga 90 persen yang mengalami kasus-kasus tadi adalah pekerja migran yang diberangkatkan secara ilegal. Wilayah dengan kasus kekerasan PMI terbanyak di Arab Saudi, Timur Tengah dan Malaysia," ungkap Benny di Surabaya, Kamis (3/12/2020).

Benny menambahkan, para PMI seharusnya mendapat pembekalan ketika diberangkatkan bekerja di luar negeri. Hal ini untuk memperkuat diri mereka setelah mendapatkan pendidikan dan pelatihan.

"Misal kalau dia jadi pelaut, dia akan mengerti dengan apa yang dilakukan. Mereka gak pernah ikut pelatihan, lempar jangkar aja nggak ngerti, jaring nggak paham, akhirnya dimarahin oleh majikan," bebernya.

Menurutnya, pembekalan bahasa pun juga penting, karena bisa dibayangkan apabila orang dari kampung yang tiba-tiba diberangkatkan kemudian bekerja di luar negeri tak paham dengan bahasa para majikannya.

BP2MI menggelar Migran Day 2020 di SurabayaBP2MI menggelar Migran Day 2020 di Surabaya

Baca juga:
Jatim Raih 2 Penghargaan Indonesian Migrant Worker Award 2023

"Secara bahasa sudah beda diperintah A melakukannya B, yang muncul emosi dari majikan dan kekerasan pun terjadi. Memang keberangkatan ilegal ini adalah bisnis kotor. Itu adalah cara mendapatkan uang dengan jumlah besar dengan cepat," jelas Benny.

Para calo atau sindikat-sindikat yang memberangkatkan para PMI secara ilegal ini bisa mendapatkan keuntungan Rp 30 juta sampai Rp 40 juta setiap orang. Bahkan hanya untuk meloloskan di bandara, seorang PMI harus merogoh kocek sebesar Rp 3 juta.

Benny juga mengakui apabila sindikat-sindikat ini juga bekerjasama dengan pihak penerbangan. Modus para sindikat ini bermodal paspor dan visa.

"Visa turis syarat pertama kan harus menunjukkan tiket keberangkatan dan kepulangan, bagaimana bisa mereka lolos dengan tiket keberangkatan, dengan pihak penerbangan juga bermain dengan sindikat ini," ungkapnya.

Baca juga:
Perkuat KUB, Bank Jatim Teken NDA dan PKS Sinergitas Bisnis dengan Bank Lampung

"Kenapa saya nggak terlalu peduli ngomong oknum-oknum tadi, karena memang kita harus yakin. Secara institusi semua bicara merah putih, bicara kepentingan bangsa. Tapi kalau oknum penjahat di manapun selalu ada," tambah Benny.

Pihaknya telah mengirimkan surat kepada pihak penerbangan di antaranya ke Emirat, Etihad dan Malaysia Airline yang sering ditemukan banyak terjadinya kasus PMI ilegal.

"Siapapun yang terlibat maka kita akan melakukan proses hukum, menyeret penerbangan bahkan melaporkan kantor pusat mereka di negara-negara penempatan," pungkas Benny.