Pixel Code jatimnow.com

Kekurangan Siswa, 8 SD di Ponorogo Ditutup dan 18 SD Lainnya Digabung

  Reporter : Erwin Yohanes Mita Kusuma
Salah satu SD di Ponorogo./Foto: Mita Kusuma
Salah satu SD di Ponorogo./Foto: Mita Kusuma

jatimnow.com - Kekurangan siswa membuat Sekolah Dasar (SD) di Ponorogo ditutup dan diregrouping oleh Dinas Pendidikan (dindik) setempat.

Usulan penggabungan dan penutupan beberapa SD itu bahkan sudah dilaporkan ke Bupati Ipong Muchlissoni. Hasilnya semua disetujui.

Dari data yang didapat jatimnow.com, ada 8 sekolah yang ditutup. Yakni SDN 1 Karangpatihan, SDN 1 Carat, SDN 2 Bangunsari, SDN 2 Surodikraman, SDN 3 Singgahan, SDN 1 Tajug, SDN 2 Sooko, SDN 2 Gegeran.

Sementara 18 sekolah yang digabungkan, SDN 1 dan SDN 2 Purwosari, SDN 1 dan SDN 2 Japan, SDN 1 dan SDN 2 Singosaren, SDN 1 dan SDN 2 Keniten, SDN 1 dan SDN 2 Plunturan, SDN 1 dan SDN 2 Karanglor, SDN 1 dan SDN 2 Ngasinan, SDN 2 dan SDN 3 Sumoroto, SDN 1 dan SDN 2 Duri.

‘’Saat ini proses survei. Dan, tinggal menunggu surat keputusan (SK) dari bupati saja,’’ kata Tutut Erliena, Kepala Dinas Pendidikan Ponorogo, Rabu (30/5/2018)

Ia beralasan penutupan dan penggabungan tetap mempertimbangkan aspek kedekatan dan peningkatan kualitas pendidikan.

Dari beberapa sekolah itu dinas pendidikan memberikan sejumlah catatan. Seperti sekolah yang masuk kategori ditutup agar tidak menerima siswa baru. Selanjutnya siswa yang ada dipindahkan ke sekolah terdekat sesuai kesepakatan wali murid.

Diungkapkan Tutut, regrouping bukan tanpa pertimbangan. Sebaliknya, sebelum rencana itu dikemukakan dinas pendidikan telah melakukan analisis. Seperti jumlah siswa minim, tetapi keberadaan guru di sekolah tersebut kurang ideal.

‘’Karena beberapa tahun terakhir juga tidak ada rekrutmen guru-guru SD. Sementara, setiap bulan ada guru SD berstatus PNS yang pensiun. Dari situ didapati banyak SD kekurangan tenaga guru,’’ katanya.

Selain itu, dinas pendidikan juga telah memetakan kondisi daerah. Misalnya, perjalanan siswa dari rumah ke sekolah akan semakin jauh atau tidak. Sebab, kondisi geografis itu dikhawatirkan bisa mengganggu motivasi siswa untuk sekolah.

Baca juga:
Kades Crabak Ponorogo Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Rp343 Juta

‘’Telaah seperti ini sudah kami sampaikan ke pemkab. Dari situ disepakati, sekolah kurang pagu itu mesti ditutup atau regrouping,’’ ujar Tutut.

Meski begitu, ia menyatakan semua itu belum terealisasi. Karena prosesnya juga dalam tahap sosialisasi. Sehingga, ketika ada suara keberatan dari masyarakat dinas pendidikan coba memfasilitasinya.

‘’Setelah sosialisasi nanti akan ada tim dari kami yang akan survei ke sekolah itu. Menanyakan sekolah tersebut cocoknya ditutup atau diregrouping kapan,’’ terangnya.

Pihaknya juga menanggapi kemungkinan penggabungan dua sekolah atau lebih kendati jumlah siswanya banyak. Menurut Tutut, kebijakan itu sebagai bentuk efisiensi jumlah tenaga guru dan kepala sekolah.

Hanya saja, penerapan kebijakan itu berlaku pada dua sekolah yang berada dalam satu halaman. ‘’Kalau tidak digabung, nanti bisa terjadi kompetisi yang tidak sehat di dua sekolah itu,’’ ungkapnya.

Baca juga:
Remaja di Ponorogo Curi Uang dan HP dari Kedai Mie, Terekam CCTV Lho Le!

Dengan begitu, lanjut Tutut, pemetaan tenaga guru dan kepala sekolah akan mudah dilakukan. Mereka dapat mengisi kekosongan jabatan yang ada di sekolah lain.

Sedangkan bila dikhawatirkan ada penumpukan rombongan belajar (rombel) pasca dua sekolah itu digabung, Tutut meminta warga tidak terlalu risau. ‘’Jadi, tidak masalah. Asalkan sesuai dengan peraturan,’’ pungkasnya.

Reporter: Mita Kusuma

Editor: Erwin Yohanes