Surabaya - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengadakan ritual Kendi Nusantara di Ibu Kota Nusantara (IKN), Senin (14/3/2022). Ritual itu merupakan penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi di Indonesia. Tanah dan air tersebut dibawa para kepala daerah atau wakilnya dari masing-masing wilayah. Proses penyatuan tanah dan air di IKN mendapat banyak tanggapan dari berbagai tokoh masyarakat.
Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Linggar Rama Dian Putra mengatakan bahwa ritual Kendi Nusantara dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat. Melalui ritual itu, masyarakat akan terbiasa melaksanakan budaya dan tradisi yang ada di Indonesia.
Linggar menyebut ritual Kendi Nusantara akan membuat masyarakat tidak ‘alergi’ terhadap ritual. Sebab ritual semacam kendi Nusantara di IKN merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. Namun jika ada yang alergi terhadap itu, maka akan lupa siapa jati dirinya.
“Bangsa yang tahu akan identitas masa lalunya, itu bisa merencanakan ke depan bangsa ini mau seperti apa. Tapi kalau bangsa yang tidak tahu dengan identitas masa lalunya, maka dia tidak akan bisa merencanakan apa yang akan dilakukan kedepannya,” ucap Linggar, Senin (21/3/2022).
Jika dilihat dari kacamata antropolog, lanjut Linggar, ritual Kendi Nusantara bukan persoalan klenik. Melainkan memiliki makna yang berkaitan dengan persoalan persatuan, kesungguhan dari kebijakan politik pemerintah, dan sebagai bentuk pengharapan.
Baca juga:
Proyek Pembangunan IKN Nusantara Dorong Pertumbuhan Penjualan SIG
“Karena kita sudah modern, terus menganggap sesuatu yang berkaitan dengan ritual itu klenik, tidak juga. Karena bangsa modern pun juga punya banyak ritual,” jelasnya.
Dijelaskannya, ritual adalah upaya yang secara psikologis berada pada satu frekuensi sama dengan apa yang diinginkan. Contohnya, ritual yang dilakukan bangsa modern yaitu Coronation British di Kerajaan Inggris. Itu menunjukkan negara sebesar Inggris masih melaksanakan ritual dalam sistem politik dan sistem kemasyarakatan.
“Ritual itu adalah jati diri kita sebenarnya. Semakin kita peka terhadap ritual, kita akan mengetahui dan peka terhadap siapa diri kita,” imbuhnya.
Baca juga:
ASN Bertahap Dipindah ke IKN Nusantara Mulai Juli 2024, Sudah Siap Mental?
Linggar mengungkapkan bahwa seharusnya ritual-ritual harus sering dilakukan. Bukan hanya di tingkat pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
"Misalnya mengadakan kegiatan ritual bersih desa. Kalau yang muslim mengadakan ritual nyadran atau pergi ke makam sebelum bulan puasa," tandasnya.