Pasuruan - Pasar Desa Wonosari atau yang dikenal Pasar Nongkojajar, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan lagi dirundung polemik permasalahan pengelolaan.
Pemerintah Desa (Pemdes) Wonosari ingin pedagang yang menempati Ruko, kios dan lapak meja dikenai biaya sewa. Namun para pedagang yang menolak karena menurut mereka selama ini sudah membayar retribusi kepada desa melalui Bumdes. Terlebih, biaya sewa yang dipatok dinilai pedagang terlalu mahal.
Hadi Purnomo selaku advokat Paguyuban Pasar Desa Wonosari mengatakan, penarikan biaya sewa oleh Pemdes Wonosari dengan nominal yang sudah ditentukan oleh Peraturan Desa (Perdes) tentang sewa fasilitas tanpa melalui musyawarah dengan para pedagang.
"Objeknya ini kan pedagang pasar, harusnya kami dilibatkan, diajak rembukan ketika ada penetapan tarif sewa. Dan kami tahu-tahunya ada surat peringatan tertulis sampai tiga kali untuk membayar lunas biaya sewa selama 3 tahun," kata Hadi. Sabtu (9/7/2022).
Hadi Purnomo menceritakan, Pasar Desa Wonosari ini dibangun pada tahun 1989. Sehingga pedagang yang sebelumnya menempati area tersebut direlokasi tanpa ganti rugi ke area lapangan dekat pasar.
Setelah proyek pembangunan pasar selesai tepatnya dua tahun berselang atau tahun 1991, pedagang yang ingin kembali menempati area pasar harus membeli ke developer.
Pada 31 tahun yang lalu itu, Ruko dibeli seharga Rp17 juta, kios seharga Rp.35 Juta, dan los ukuran 2x3 meter seharga Rp1,25 juta sampai Rp1,5 juta, lapak meja seharga Rp500 ribu sampai Rp750 ribu.
"Jadi ketika pasar berdiri sejak tahun 1991, para pedagang ini membeli kios, los sampai ruko dan meja sampai bisa dicicil selama 5 tahun. Setelah lunas, sejak 1996 sampai sekarang, pedagang selalu membayar retribusi," ungkapnya.
Baca juga:
Dishub Ponorogo Dapat Retribusi Parkir Segini Selama Grebeg Suro
Hadi menerangkan, para pedagang akan taat hukum jika sesuatu yang telah ditetapkan desa sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku.
"Seluruh Pasar di Kabupaten Pasuruan, baik pasar desa atau pasar daerah, tidak ada istilah sewa. Kecuali pasar itu jelas-jelas milik desa sesuai Perda dan Perbup, bersertifikat kalau aset itu berupa tanah, terus kemudian yang bangun pemerintah, berarti kita penyewa. Tapi ini bangunannya milik pedagang, dan tanah pasar desa itu tanah hibah dari Mbah Dulgu Ramjani. Yang mendirikan pasar keluarga Mbah Dulgu kemudian masyarakat sekitar, lalu dibangun pada rahun 1989," tegasnya.
Di satu sisi, Kepala Desa Wonosari, Imanuel Herlambang S, dihadapan sejumlah wartawan mengaku Desa Wonosari dirugikan lantaran tidak ada biaya sewa tempat usaha di pasar desa sejak tahun 2011.
"Pemerinta desa kehilangan pendapatan. Tentunya dirugikan,” katanya.
Sesuai peraturan desa (Perdes) Desa Wonosari dan peraturan kepala desa (Perkades), para pedagang diwajibkan membayar sewa tempat usaha dengan harga yang bervariasi.
Baca juga:
Pendapatan Parkir di Kota Malang Rp3,8 Miliar, Dishub Intensif Bina Jukir
Sebagai tindak lanjut dari Perdes dan Perkades, ia pun telah mengirim surat pemberitahuan dan peringatan yang masing-masing sudah 3 kali. Akan tetapi tidak ada pedagang yang merespon.
Herlambang pun berharap para pedagang taat pada aturan dan membayar sewa.
"Jika tidak akan diganti pedagang lain yang mau bayar sewa," ucapnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-47302-polemik-pasar-desa-wonosari-pasuruan-pedagang-keberatan-bayar-sewa