Kediri - Kampung Kauman di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri bersolek di momen HUT ke-77 Kemerdekaan RI. Suasana Agustusan di kampung ini terasa lebih gemerlap dengan lampu hias, ditambah beragam kegiatan.
Di kampung ini, ada tokoh perlawanan yang gugur ditembak oleh Tentara Belanda pada Agresi Militer I, 1947 silam.
Adalah Mochamad Yusuf, yang kini abadi sebagai nama jalan di kampung yang lahir pada abad ke-15, setelah berakhirnya Perang Jawa dengan kekalahan Pangeran Diponegoro tersebut.
Mochamad Yusuf, tokoh pelajar itu juga lahir dan besar di kampung ini. Dia turut berjuang melawan penjajahan. Hingga akhirnya ditembak mati oleh Belanda.
Pemerhati sejarah Pare, Imron menyebut, Mochamad Yusuf sebagai tokoh pelajar yang memang diincar oleh Belanda pada saat itu karena perlawanannya.
Meski bukan pemimpin kelompok, pengaruh Yusuf dianggap berbahaya, karena bisa saja menggagalkan upaya Belanda merebut kembali kemerdekaan Indonesia, yang telah diproklamirkan dua tahun sebelumnya.
"Beliau terhitung orang yang diincar oleh Belanda karena bisa mempengaruhi penduduk lainnya," terang Imron, Selasa (16/8/2022).
Imron menambahkan, Yusuf gugur di tangan Belanda dengan persenjataannya yang canggih. Sementara Yusuf dan banyak pelajar lain yang melakukan perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product ini hanya bermodalkan senjata tajam.
Baca juga:
Napak Tilas Misteri Jejak Islam Pertama Kali Masuk Sidoarjo
Cerita perlawanan Mochamad Yusuf itu diamini keluarga besarnya yang menyebar di kawasan Kauman, di sekitar Masjid Taqwa, masjid tua yang masih berdiri kokoh di Jalan Muria atau timur Pasar Pamenang Pare.
Keponakan Mochamad Yusuf, Jauhar Basuki Rahmad yang kini tinggal di Kota Kediri mengaku dia kerap mendengar cerita dari Ibunya, Hj Siti Qoiriyah, adik kandung Mochamad Yusuf tentang perjuangan tersebut. Termasuk kepintaran anak kedua dari 11 bersaudara itu.
Menurut Jauhar, dulu memang tak banyak yang berkesempatan untuk mengenyam pendidikan. Namun putra dari keturunan ke-13 Sunan Kudus itu punya kesempatan itu.
"Orang tua Pakpoh Yusuf itu kalau tidak salah turunan ke-13 Sunan Kudus. Mbahnya itu turunan Sunan Kudus, menikah dengan turunan Singopadon. Punya putra H M Siroj, itu menikah dengan turunan Pangeran Puger. Terus akhirnya punya putra empat, salah satunya mbah Mi'an. Nah, Mbah Mi'an ini punya 11 putra, salah satunya M. Yusuf itu," papar Jauhar.
Baca juga:
Masjid Jami' Nurul Huda, Jejak Penyebaran Islam di Bojonegoro
Jauhar menyebut, selain pintar di bidang pendidikan, pamannya itu punya ilmu kebatinan. Saat itu, Yusuf disebut kerap berkomunikasi dengan pemerintah pusat melalui telepati.
"Dulu Pakpoh ini sering komunikasi sama (pemerintah) pusat. Ibu bilangnya Soekarno. Zaman dulu karena keterbatasan alat komunikasi ya, seingat saya ibu pernah cerita, pakai batin gitu," lanjutnya.
Meski memiliki sejarah panjang terhadap perjuangan bangsa ini, makam Yusuf tidak berada di Taman Makam Pahlawan. Keluarga meminta jenazah Yusuf dimakamkan di TPU Desa Ketangi, Beringin, Kecamatan Pare.