Pixel Codejatimnow.com

Ketua DPD RI: Subsidi Amanat Pancasila, yang Harus Dihapus Korupsi

Editor : Zaki Zubaidi  
Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: Dok)
Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: Dok)

jatimnow.com - Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti menilai keputusan pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan kekeliruan.  

Dikatakan LaNyalla, yang harus dihapus itu korupsi, bukan subsidi. Karena subsidi adalah amanat Pancasila dan tertulis di pembukaan konstitusi sebagai bagian dari cita-cita dan tujuan nasional negara ini. 

“Negara ini lahir untuk melindungi tumpah darah, mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu dilakukan dengan memastikan rakyatnya tidak semakin menderita dan miskin,” tandasnya dalam siaran pers, Minggu (4/9/2022).

Ditambahkan, jika kenaikan harga BBM akan membuat rakyat semakin menderita dan menambah jumlah kemiskinan, maka itu tidak boleh ditempuh oleh pemerintah sebagai kebijakan. Apalagi diyakini BLT belum 100 persen menjawab persoalan. 

“Seolah subsidi untuk kepentingan hajat hidup orang banyak itu optional (pilihan). Bisa dicabut sebagai pilihan. Itu karena kita memahaminya sebagai subsidi. Padahal itu kewajiban negara. Apakah nanti BLT juga akan terus-menerus? Mungkin tidak juga. Jadi perlahan-lahan bisa dihentikan juga,” imbuhnya. 

Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya ini, mengingatkan bahwa kewajiban negara adalah untuk memastikan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan yang sah, dapat mengakses kebutuhan hidupnya dengan layak. Dan semakin hari semakin sejahtera. Bukan semakin susah. Apalagi sampai bunuh diri karena kemiskinan. 

Baca juga:
Ning Lia dan La Nyalla Dulu Bersaing, Kini Makan Bareng 1 Meja

“Jangan menambah paradoksal yang sekarang semakin banyak. Justru yang wajib dilakukan pemerintah adalah menghilangkan total korupsi yang membebani APBN kita. Jangan kemudian memberi perlindungan rakyat dianggap membebani APBN. Sementara bayar bunga utang sekitar 400 triliun rupiah setahun pemerintah tidak mengeluh,” ungkapnya. 

Lanjut LaNyalla, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih berkutat di angka 37 hingga 40 dalam beberapa tahun ini. Dan Indonesia masih berkutat di peringkat 96 hingga 102 dari 180 negara di dunia.

“Artinya ada kerugian perekonomian negara yang besar. Yang seharusnya sampai ke rakyat sebagai bagian dari kewajiban negara,” sambungnya. 

Baca juga:
Profil 4 Calon Anggota DPD RI dari Jatim

Sehingga, tambahnya, sudah seharusnya negara serius terhadap persoalan ini. Termasuk membongkar semua kerugian perekonomian negara akibat perlindungan-perlindungan gelap terhadap kejahatan perjudian, narkoba, pencucian uang, penambangan ilegal dan kejahatan ekonomi lainnya. 

“Dan yang paling penting, kita harus kembali kepada Pancasila dan sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, agar negara ini kembali berdaulat atas sumber kekayaan Indonesia. Sehingga tidak semakin dinikmati segelintir orang yang berkolaborasi dengan Asing dan Aseng,” pungkasnya. 

Sebelumnya, 21 Agustus silam, La Nyalla sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak mengambil opsi kenaikan harga BBM. Karena kebijakan itu bisa memiliki efek domino yang serius. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan suara keberatan dari masyarakat.