Pixel Code jatimnow.com

Fenomena Gangster di Sidoarjo, Kepuasannya Bukan Harta tapi Melukai Korban

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Zainul Fajar
Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Didik Hariyanto. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)
Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Didik Hariyanto. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)

jatimnow.com - Menanggapi tren fenomena gangster yang sedang marak terjadi di Sidoarjo, akademisi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Didik Hariyanto menyebut bahwa hal tersebut adalah perilaku imitasi (peniruan).

Perilaku tersebut adalah hasil peniruan dari yang sudah ada di daerah lain.

"Dalam ilmu sosial ada yang namanya teori imitasi atau peniruan. Nah teori ini mengatakan, jika ada sesuatu tindakan yang dilakukan individu atau kelompok terjadi secara terus menerus maka dapat menimbulkan inspirasi bagi sebagian kelompok lain untuk melakukan sesuatu yang sama. Seperti kita ketahui gangster ini kan awalnya juga bukan dari Sidoarjo tapi di daerah kota-kota besar lainnya seperti Jakarta dan Bandung," papar dosen Ilmu Komunikasi itu, Selasa (13/12/2022)

Menurutnya, pemicu dari dari fenomena gangster adalah peniruan tersebut. Dari dasar itulah selanjutnya mereka mempunyai eksistensi lebih yang ingin ditampilkan.

"Kenapa kemudian mereka tidak mengambil barang berharga dari korban seperti semisal begal dan rampok? Jawabannya adalah karena kepuasannya hanya di situ (melukai korban), dan apabila korban melawan, maka mereka tidak segan untuk mengajak adu jotos atau kekuatan," terangnya.

Menurutnya, gerombolan pemuda atau remaja yang telah tergabung menjadi gangster ini apabila melakukan bentuk pelanggaran hukum, mereka akan merasa kuat karena mereka melakukannya secara bersama-sama.

Didik juga mengatakan bahwa dirinya khawatir apabila ada orang-orang yang kemudian menumpangi fenomena gangster ini. Yang semula tidak berniat merampas harta benda korban, menjadi ikut melakukan hal itu. Sementara masyarakat masih belum bisa bisa melihat antara begal/rampok dan segerombolan anak muda yang butuh eksistensi.

Baca juga:
Sinopsis My Name: Langkah Awal Ji Woo Tercapai, Penyamaran Dimulai

Ia juga menyarankan beberapa hal yang harusnya dilakukan oleh pemerintah, pihak keamanan dan masyarakat.

"Yang pertama ada tahapan preventif (pencegahan), nah kenapa harus dicegah? Karena agar tidak menjadikan yang lain terdampak atau ikut-ikut. Semua saya rasa harus bergerak untuk mengidentifikasi hal ini baik dari keluarga maupun lingkungan sekolah. Tujuannya agar tidak terjadi imitasi atau peniruan," ujarnya.

Kedua, kata Didik, apabila para remaja atau pemuda ini sudah terlanjur masuk dalam lingkungan tersebut, maka agar segera diberi wadah yang baik untuk menyalurkan eksistensinya tersebut.

Baca juga:
Sinopsis My Name: Penembakan Sang Ayah, Awal Mula Dendam Tersumat

Ia mencontohkan, jika pemuda sering balap liar, maka pemerintah dapat mengedukasi atau membuat semacam jalur untuk balapan secara resmi.

Selanjutnya adalah penegakan fungsi hukum. Hal ini menhrutnya juga harus ditegakkan. Karena jika tidak ditegakkan dan mereka diberi ruang maka mereka semakin mengakar.

"Untuk Sidoarjo masih banyak waktu untuk berbenah. Mereka bisa kita beri ruang untuk itu. Kalau menurut saya, ketika mereka sudah sampai pada tahap berbuat kriminal seperti merampok atau bahkan membunuh korban itu harusnya pidana. Tetapi kalau masih dalam tahap mereka menakut-nakuti masyarakat, hura-hura dan sebagainya. Masih bisa dilakukan sanksi pembinaan," pungkasnya.