Pixel Codejatimnow.com

Ritual Jamasan Pusaka Warga Pasuruan di Malam Satu Suro Bentuk Pelestarian Budaya

Editor : Endang Pergiwati  Reporter : Ahaddiini HM
Muhammad Nuh (36) warga Dusun Jagil Kecamatan Prigen, mendalami dunia keris.(Foto : Muhammad Nuh for jatimnow.com)
Muhammad Nuh (36) warga Dusun Jagil Kecamatan Prigen, mendalami dunia keris.(Foto : Muhammad Nuh for jatimnow.com)

jatimnow.com - Bermula dari kekhawatiran punahnya keris apabila tidak dilestarikan, Muhammad Nuh (36) warga Dusun Jagil Kecamatan Prigen, mendalami dunia keris hingga saat ini.

Terhitung sejak tahun 2018, kini Nuh telah memiliki beragam keris antara lain keris Yudho gati, Tresno gati, Mageti limo, Tilam upi, Sabuk intan, Brojol, Angkung, Mundharang, Kebo dengen dan
Sujen Ampel.

Di setiap Malam Satu Suro, Nuh mengadakan agenda wajib jamasan pusaka atau ngumbah keris terhadap semua keris yang dimilikinya. Bagi Nuh ini adalah sebuah adat yang harus dilestarikan.

"Ini adalah adat dan budaya yang masih dilakukan di setiap daerah sebagai bentuk nguri-uri budaya peninggalan para leluhur," ucapnya Selasa (18/7/23).

Baca juga:
Kebakaran Hanguskan Uang Rp 400 Juta, 5 SDN Ponorogo Tidak Dapat Siswa, Makna Suroan dalam Budaya Jawa

Nuh mengartikan lebih dalam mengenai konsep ideal terkait ritual jamasan pusaka.

"Secara bahasa jamas artinya membersihkan atau memandikan. Namun lebih dari itu, ritual jamasan adalah sebuah upaya perawatan, baik dari segi bentuk fisik atau metafisiknya. Hal ini menjadi sistem kontrol terhadap keberadaan pusaka-pusaka yang beredar di masyarakat agar senantiasa mendapat keberkahan dari do'a sang empu yang tertanam dalam wilah pusaka," pungkasnya.

Baca juga:
Wakil Bupati Trenggalek Hadiri Upacara Ngetung Batih di Tanggal 1 Suro

Nuh berharap adanya keris yang tetap dijaga dan dilestarikan tidak mendapat stigma negatif dari masyarakat. Tidak memandang kepada mistisnya, melainkan memberi nilai pada pemahaman sebagai sejarah dan bagian pegangan pedoman falsafah hidup bangsa Indonesia.