Pixel Codejatimnow.com

Dinkes Tuding Kunjungan Kota Batu Tinggi jadi Penyebab Kusta yang Diderita Warga

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Gerhana
Salah satu contoh penderita kusta. (Foto: Susana Indahwati for jatimnow.com)
Salah satu contoh penderita kusta. (Foto: Susana Indahwati for jatimnow.com)

jatimnow.com - Data Dinas Kesehatan Kota Batu menunjukkan rata-rata ada 1-3 orang penderita kusta baru setiap tahun di Kota Batu. Disinyalir angka kunjungan dan keluar-masuk warga Kota Batu menjadi penyebab potensi munculnya penyakit tersebut.

Hal itu disampaikan oleh, Koordinator Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana Dinas Kesehatan Kota Batu, dr Susana Indahwati pada Senin (29/1/2024).

"Meskipun Kota Batu bukan merupakan daerah endemis Kusta, tetapi setiap tahun masih ditemukan 1-3 orang penderita kusta baru. Angka kunjungan Kota Batu yang tinggi serta pengiriman produk pertanian keluar Kota Batu (interaksi penduduk dengan warga berbagai daerah) menjadi potensi masih bisa munculnya penyakit ini," kata Susan.

Dia mengatakan, pengobatan kusta dapat dilakukan secara gratis di seluruh Puskesmas se-Kota Batu. Selain itu, puskesmas yang ada di Kota Batu saat ini mampu melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk diagnosa Kusta dengan didampingi Dinas Kesehatan.

Pihaknya juga tetap berusaha melakukan upaya deteksi ini, melalui kerja sama penemuan kasus dengan dokter spesialis kulit di semua rumah sakit di Kota Batu.

"Serta pemberian edukasi Cardinal Sign Kusta (bercak kulit mati rasa, penebalan syaraf disertai gangguan fungsi serta hasil pemeriksaan skin smear positif) kepada masyarakat," katanya.

Baca juga:
Takjil Mengandung Boraks Dijual di Kota Batu, Ini Temuan Dinas Kesehatan

Susan menjelaskan, kusta merupakan penyakit menular yang tidak mudah menular. Penyakit kusta merupakan golongan adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan. Kusta umumnya dapat ditangani dan jarang menyebabkan kematian.

Namun, penyakit kusta berisiko mengakibatkan cacat. Hal ini membuat pasien kusta berisiko mengalami diskriminasi yang dapat berdampak pada kondisi psikisnya.

"Kusta bukan penyakit karena kutukan, makanan maupun keturunan. Penularan kusta dapat terjadi karena penderita kusta yang tidak diobati kepada orang lain yang kontak lama dengan penderita (biasanya pada orang yang tinggal serumah atau tetangga dekat) melalui pernapasan (udara)," katanya.

Baca juga:
Tingkatkan Kesadaran Hidup Sehat, Pemkot Batu Gelar Roadshow Aksi Bergiziku

Dia menyampaikan, penyakit kusta masuk sebagai penyakit kelompok Neglected Desease (atau Penyakit Terabaikan), sehingga perlu mendapat perhatian khusus.

"Kesadaran terhadap stigma yang melekat pada penyakit ini penting, dengan menyadarkan bahwa kusta adalah penyakit yang disebarkan oleh sejenis bakteri dan dapat disembuhkan, jadi bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, makanan atau penyakit keturunan seperti yang masih banyak timbul anggapan di masyarakat," katanya.

"Kusta disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Kusta yang merupakan penyakit menular, menahun terbagi menjadi 2 jenis yaitu kusta kering (PB: Pausi Basiler/kuman sedikit) dan kusta basah (MB: Multi Basiler/ kuman banyak)," tambahnya.