Pixel Code jatimnow.com

Lezatnya Sate Komo Prambon Sidoarjo, Disantap dengan Sup Sayur Tetelan

Editor : Yanuar D   Reporter : Ahaddiini HM
Sate Komo Prambon Sidoarjo. (Foto-foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com)
Sate Komo Prambon Sidoarjo. (Foto-foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com)

jatimnow.com - Berkunjung ke Sidoarjo dan mampir di kawasan Prambon, jangan ragu cobain sate Komo. Kuliner dengan perpaduan daging dan lemak sapi khusus ini makin lezat dengan sup sayur tetelan.

Warung sate Komo berjarak 100 meter dari seberang Polsek Prambon Sidoarjo. Pemiliknya adalah Saidatul Umrah.

"Komo itu berasal dari kata klomoh yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya basah," ujar Saidatul, mengawali ceritanya kepada jatimnow.com, pada Rabu (15/5/2024).

Sate Komo ini lahir sejak 2013 saat Saidatul masih duduk di bangku kelas 5 SD. Dulu, ibunya berjualan di pasar dan menerima pesanan dari para pelanggan yang memang menyukai sate Komo yang lezat.

“Terus waktu rumah saya sudah jadi disini,  saya buka disini. Awalnya jual satenya saja 5 tahun, orang beli dulu darimana-mana bawa nasi sendiri, sekarang ada tambahan menu nasi putih dan sup sayur tetelan, baru jalan sekitar 6 bulan," jelasnya.

Terkait cita rasa sate Komo, Atul panggilan akrabnya menjelaskan, bumbu yang digunakan untuk lumuran sate Komonya merupakan bumbu kacang dengan campuran bawang goreng, cabai merah besar dan rawit yang direbus, gula garam penyedap sesuai selera.

“Inti bumbu dari kacang dan cabai, kalau pedas pas, rasa asin manis harus sepadan supaya bertemu dengan rasa yang enak," ujar Atul.

Untuk proses pembuatannya, sebelum dibakar daging didiamkan dalam bumbu sekitar 3 jam, lalu dimasukkan lemari pendingin, ditusuk, diberi bumbu lagi baru dibakar.

“Jadi 2 kali bumbu, baru dibakar," paparnya.

Baca juga:
Perajin Kampung Topi Gedangan Sidoarjo Kebanjiran Pesanan

Dalam sehari, Atul yang dibantu 13 pegawainya mampu menghabiskan hingga 30 kilogram daging sapi dan 60 kilogram daging ayam, selain itu juga 20 kilogram kacang dan 10 kilogram cabai untuk persiapan jualan selama 3 hari.

"Alhamdulilah, setiap hari menghabiskan 10 kilogram nasi putih, kalau weekend atau hari libur omzet naik 3 kali lipat dari biasanya. Sup tetelan juga sampai habis 3 panci besar. Bulan Ramadan kemarin sampai habis daging sapi 1 kuintal," tuturnya.

Mengenai daging sapi yang digunakan, sate Komo buatan Atul memakai daging dengan jenis tertentu.

"Pakainya jenis daging lulur dalam bagian punggung sapi, itu pasti empuknya. Untuk gajihnya (lemaknya) menggunakan gajih ayam sebutan jenis gajih jenis khas dari sapi. Pakai gajih ayam karena meski sudah dingin tidak ngendal (meninggalkan jejak lemak di mulut), kemudian setelah dibakar kalau tidak memakai gajih ayam dari sapi biasanya sudah dingin jadi putih dimakan gak enak harus dibakar atau diangetin lagi, kalau pakai gajih ayam sapi ini insyaallah tidak," terangnya.

Sate Komo kini dipatok dengan harga Rp8.500 terdiri dari 3 daging potongan besar dan 2 potong gajih (lemak) per tusuknya.

Baca juga:
Polemik Pelarangan Ibadah di Rumah Doa GPdI Sidoarjo Dimediasi Plt Bupati

"Sebelumnya harga sate Komo per tusuk Rp6.500 terdiri dari 2 potong daging dan 3 potomg lemak, kalau sekarang harga Rp8500 terdiri 3 potong daging dan 2 potong lemak.  Kalau pakai nasi sate 2 tusuk dan sup sayur tetelan Rp23 ribu," rincinya.

Atul berharap dapat membesarkan warung jualan untuk lesehan karena setiap weekend dan tanggal merah tidak cukup menampung pembeli.

Sementara itu, salah satu penikmat sate Komo dari Surabaya, Untung menyampaikan bahwa sate Komo milik Atul memiliki rasa enak dengan bumbu yang khas.

"Satenya enak, potongannya besar-besar, empuk. Bumbunya khas, beda dengan sate lainnya. Saya pertama kali kesini, mampir makan disini karena penasaran sama namanya,  setiap kali lewat kok selalu ramai, setelah saya coba ternyata memang enak harganya juga terjangkau," tegasnya.

Waspada TBC: Kenali, Cegah dan Obati Sampai Sembuh!
Gaya Hidup

Waspada TBC: Kenali, Cegah dan Obati Sampai Sembuh!

Data Global TB Report 2023 menyebut Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah India dengan estimasi kasus TBC baru sebanyak 1.060.000 kasus dan kematian mencapai 134.000 per tahun.