jatimnow.com - Malam kian larut, waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, aktivitas di Pasar Mangga Dua Jalan Jagir Surabaya kian ramai. Pikap hingga becak motor mulai antre di loket masuk untuk ke dalam area pasar.
Beberapa orang juga nampak santai menikmati kopi di warung yang berada di sisi kanan pintu masuk pasar tersebut. Isapan demi isapan rokok menemani kopi pekat yang mereka seruput dari cangkirnya.
Kopi pekat itu nampak memikat, saya pun bergabung. Kepada sang ibu yang dikenal Mak Ijah, saya pun ikut memesan kopi. Duduk agak jauh dari bapak-bapak, saya mulai ikut mendengar pembicaraan yang diduga adalah para pedagang dan tengkulak di pasar tersebut.
30 menit usai, obrolan soal cabai, bawang merah, hingga daging kian mengeras. Mereka mulai mengeluh tentang sepinya pembeli di pasar tersebut.
"Pirang-pirang wulan sudo kang. Gak ngangkat gowo akeh-akeh (beberapa bulan pasar sepi. Tidak bisa kalau bawa barang banyak)," kata salah seorang yang ada di warung, sebut saja Zainal.
Waktu memasuki hampir setengah satu malam. Kebut-kebutan sepeda motor dengan perlengkapan rengkek mulai antre memasuki loket parkir. Perhatian pun tertuju ke mereka. Bapak-bapak pun mulai meninggalkan warung secara perlahan.
Merasa ingin tahu, saya ikut bubar dan mencoba memasuki area pasar. Sampai di loket, kami dikenai parkir Rp3.000 kebetulan saya berdua, dengan salah satu teman yang sebelumnya tak sempat diceritakan, karena beda waktu saat sampai.
Usai membayar, kami pun masuk. Aroma khas pasar mulai bertarung dengan hidung. Ya, ciri khas pasar ada bau amis dari daging, sayur-sayuran, keringat, dan desakan para kuli panggul yang mulai nyerempet-nyerempet kendaraan kami.
Kami pun mengikuti salah satu pemotor yang memasang rengkek di sepeda motornya. Kami yakin, dia adalah penjual sayur keliling, kami menyebutnya bakul mlijo. Ia pun memarkir kendaraannya di sudut pasar bagian belakang.
Turun dari motor ia mulai memarkir motornya. Di sisi kanan dan kiri rengkek ia pasangi tongkat tambahan untuk memastikan rengkek itu tak sampai roboh saat dimuati belanjaan.
Datanglah seorang pria. "Parkir," katanya.
Mereka nampak sudah akrab, keduanya hanya bertukar senyum, bakul mlijo itu langsung memberikan sejumlah uang kepada pria tersebut.
Kami yang sebelumnya ikut memarkir sepeda di dekatnya mulai terheran karena harus membayar parkir kedua di area tersebut. Kami ingin segera pergi. Tapi bakul mlijo itu berkata pada kami
"Di sini gak apa-apa mas. Itu khusus saya. Kalau sampean (kamu) tidak," katanya.
Kami pun agak terheran. Sembari melihat kanan-kiri, hal yang sama juga dilakukan tukang sayur keliling yang lain. Bakul Sayur yang bersama kami lanjut memasuki area pedagang. Kami pun bergegas parkir, dan menghampiri salah satu warung kopi di deretan sayur.
Baca juga:
Video: Ketika Pembeli dan Pedagang di Pasar Mangga Dua Surabaya Resah
Silih berganti, bakul miljo yang lain juga keluar dan masuk area pasar, sambil menenteng aneka sayur, tempe, ayam, dan bahan-bahan dapur lainnya. Begitupun dengan salah satu bakul mlijo yang bersama kami sebelumnya.
Salah satu mobil tepak datang. Dia ingin menggeser parkir motor kami. Kami diarahkan bahwa area parkir motor ada didekat musala. Kami nurut, dan memarkir kendaraan pada area tersebut.
Di sana sudah ada petugas parkir yang menanti, dan memberi aba-aba.
"Gak usah dikunci setir (jangan dikunci setirnya)," katanya kepada kami.
Petugas parkir nampak berbeda dengan petugas parkir pada umumnya. Ia tak mengenakan rompi parkir seperti yang kami lihat biasanya.
Kami pun beranjak dari motor dan meneruskan kopi, di warung sebelumnya. Bakul miljo yang bersama kami ternyata juga duduk di sana, kebetulan persis di samping gelas kopi kami.
Kami pun memulai obrolan dengannya. Obrolan pun berlanjut dengan teman rokok kretek di masing-masing jari kami. Ia pun menceritakan jika baru 3 tahun menjadi bakul mlijo di Surabaya, setelah sebelumnya kena PHK akibat Pandemi Covid-19.
Kami pun bertanya, soal parkir yang ia bayar lagi setelah memasuki area pasar. Ia juga mengakui memang ada tarif khusus pada pembeli yang juga pedagang keliling tersebut.
Baca juga:
Foto: Menengok Pasar Mangga Dua Surabaya
"Di luar kan parkir empat ribu toh. Njenengan juga sama kan. Nah di dalam ada lagi lima ribu, cuman nggak resmi," kata Sugeng, nama samaran bakul mlijo tersebut.
Singkat cerita, dia juga berpesan agar merahasiakan identitasnya karena merasa tidak enak dengan hal tersebut.
Obrolan kami tutup karena ia ingin segera keliling menjajakan dagangan sayurnya di salah satu wilayah di Surabaya. Kami pun juga beranjak kembali, berjalan menghampiri area motor kami yang berjarak kurang lebih 200 meter dari lokasi warung kami.
"Dua ribu mas," kata salah seorang yang menghampiri kami.
Kami pun menanyakan jika sudah membayar parkir di pintu loket. Namun ia ngeyel bahwa hal tersebut sudah biasa di Pasar Mangga Dua Surabaya.
"Yaah, wes biasanya. Yang lain juga bayar," kata dia.
Tak ingin berdebat panjang. Kami pun membayar uang parkir tersebut dengan uang receh.