Pixel Code jatimnow.com

Potensi Calon Tunggal di Pilbup Bojonegoro Dinilai Kemunduran Demokrasi

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Misbahul Munir
Muhammd Rokib saat diskusi bersama awak media. (Foto: Misbahul Munir/jatimnow.com)
Muhammd Rokib saat diskusi bersama awak media. (Foto: Misbahul Munir/jatimnow.com)

jatimnow.com - Jelang pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada 27 Agustus 2024 mendatang, hingga kini baru pasangan Setyo Wahono dan Nurul Azizah, yang lantang menyatakan diri maju.

Pasangan ini dalam dua pekan terakhir kian populer dan menjadi pusat perhatian masayarakat di Kota Migas. Pasangan ini sudah mengantongi dukungan dari 7 partai politik yang notabene ada representasi partai pemenangnya dalam Pilpres 2024.

Sementara petahana Anna Muawanah yang sedianya bakal kembali maju sebagai bakal calon bupati (Bacabup) Bojonegoro periode 2024 - 2029 nampaknya kian meredup dan anteng mengatur strategi. Sampai saat ini petahana baru mengantongi 2 parpol yakni PKB tempatnya bernaung dan juga Partai NasDem.

Melihat situasi konstelasi politik yang begitu dinamis di Kabupaten Bojonegoro, santer kabar bahwa pada gelaran Pilkada November 2024 mendatang hanya akan ada pasangan calon tunggal melawan kotak kosong (bumbung kosong).

Pengamat politik asal Bojonegoro Muhammad Roqib mengatakan skenario calon tunggal dalam gelaran Pilkada merupakan kemunduran demokrasi. Situasi seperti ini menurutnya tak ubahnya seperti kembali ke zaman Orde Baru.

Artinya ada upaya sentralisasi melalui pola rekomendasi pimpinan partai politik yang ada di tingkat pusat.

Baca juga:
Debat Pilkada Bojonegoro: Setyo Wahono Kritik KPU Tidak Profesional

"Calon kepala daerah saat ini, ditentukan oleh pusat melalui rekomendasi yang diberikan oleh partai politik. Meski tidak sejalan dengan kehendak publik atau masyarakat, seperti yang terjadi Bojonegoro," ulas Rokib.

Misalnya, kata Rokib, melihat konstalasi politik di Kabupaten Bojonegoro belakangan ini, munculnya pasangan Setyo Wahono dan Nurul Azizah, diusung oleh kekuatan besar Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang merupakan koalisi partai pemenang di pilpres tahun ini.

"Ini justru merupakan kemunduran, kalau hanya ada calon tunggal berarti demokrasi di negara ini sedang tidak baik saja (cacat)," sambung dosen Hukum Tata Negara di Universitas Muhammadiyah Gresik ini.

Baca juga:
Debat Publik Pilkada Bojonegoro: Teguh - Farida Paparkan Sapta Cita

Idealnya, dalam gelaran pesta demokrasi masyarakat disuguhkan banyak pilihan. Selain itu, masyarakat juga terlibat aktif untuk memperjuangkan aspirasi dan harapan kehidupan yang lebih baik melalui Pilkada.

Menurutnya perlu dibentuk yang namanya politik gagasan. Bukan gembar-gembor politik uang atau bahkan politik dekengan saling mengadu kekuatan.

"Saat ini yang terpenting adalah mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat. Sehingga mereka tidak salah memilih calon kepala daerah yang hanya berkepentingan untuk mengeruk APBD," tandasnya.