jatimnow.com - Pemerintah memberi sinyal tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. Kondisi ini memberi sedikit kelegaan kepada para petani tembakau.
Mereka berharap keputusan maupun kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah selalu memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat.
Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnasi Muhdi mengatakan realisasi keputusan pemerintah yang tidak menaikkan cukai rokok pada tahun depan memberikan secercah rasa optimistis bagi petani.
Muhdi menilai seharusnya pemerintah dapat melihat realita di lapangan, bahwa kuantitas dan kualitas perkebunan tembakau yang digarap petani, terus meningkat.
Produktivitas petani terserap dengan baik. Kondisi ini, sebutnya, harus dipertahankan dan didorong agar petani dapat semakin mandiri, sejahtera dan berdaya saing.
Tahun ini, banyak daerah yang luasan lahan tanam tembakaunya meningkat. Contohnya Lamongan. Luas lahan tembakaunya meningkat 9.638 hektare dibanding tahun sebelumnya, 8.337 hektare. Kualitas dan harga komoditas juga kompetitif.
"Ini yang harus terus dijaga dan ditingkatkan. Kami butuh komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, baik melalui program pemberdayaan maupun peraturan yang akan datang. Termasuk kebijakan CHT 2025,” ujarnya, Jumat (18/10/2024).
Muhdi menegaskan apapun kebijakan yang disusun oleh pemerintah, baik fiskal maupun non-fiskal kiranya tetap mempertimbangkan kondisi kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini sulit. Termasuk lapangan pekerjaan yang semakin terbatas.
“Apapun peraturannya, khususnya yang terkait dengan pengaturan tembakau, kami berharap petani agar dapat dilibatkan dan keberlangsungan sawah ladang kami bisa dipikirkan. Pemerintah harus mempertimbangkan matang-matang dampak dari semua peraturan ataupun kebijakan yang ada. Jangan sampai cukai tahun depan tidak naik, tapi jadi berkali-kali lipat di tahun berikutnya. Itu sama saja dengan membunuh mata pencaharian kami," tuturnya.
Baca juga:
Kemarau Basah Resahkan Petani Tembakau Lamongan
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman, menuturkan kebijakan pemerintah untu tidak menaikkan CHT 2025 adalah langkah yang tepat.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih menunjukkan kepedulian terhadap keberlangsungan dan stabilitas industri hasil tembakau (IHT).
“Harapannya komitmen pemerintah untuk menjaga keberlangsungan IHT dan 6 juta tenaga kerja di dalamnya juga terwujud di tahun-tahun berikutnya. Jangan sampai, ketika di tahun 2026 ada lonjakan tarif yang tinggi, maka akan semakin menekan sektor manufaktur ini. Apalagi mengingat situasi ekonomi saat ini cukup berat, lapangan pekerjaan makin sulit, beban untuk IHT bertumbuh pun semakin berat,” bebernya.
Kepastian berusaha dan serapan tenaga kerja, lanjut Budhyman, adalah dua faktor penting yang harus menjadi pertimbangan utama pemerintah terkait penentuan kebijakan CHT.
Berkaca pada tahun 2019 dan 2020, di mana tidak ada kenaikan cukai di 2019, tapi diikuti oleh lonjakan kenaikan cukai lebih dari 20% di 2020 dengan alasan kompensasi cukai tidak mengalami kenaikan di 2019.
Baca juga:
Petani Padi di Bojonegoro Rugi Puluhan Juta, Kini Beralih Tanam Tembaku
“Kemudian pandemi Covid-19 terjadi. Dampaknya, penurunan kinerja IHT secara drastis, serapan tenaga kerja minim, dan untuk bangkit memulihkan sektor ini agar dapat bertumbuh, berdaya saing dan berkontribusi maksimal bagi penerimaan negara menjadi tidak mudah,” tegasnya.
Budhyman mengingatkan, bahwa ekosistem pertembakauan di Indonesia sangat kompleks. Setiap elemen mulai dari hulu hingga hilir berkaitan erat. Kebijakan yang menekan pada salah satu elemen-nya, akan menimbulkan dampak dan ketimpangan bagi yang lain.
“Oleh sebab itu, semua kebijakan dan peraturan, harapan kami pemerintah dapat memitigasi dampak jangka panjangnya. Ada petani tembakau, petani cengkeh, pekerja sektor manufaktur, pedagang, pabrik hingga konsumen yang akan terbebani ketika ada ketidakpastian mengenai kebijakan cukai. Dampak negatifnya masif,” tutupnya.