Pixel Code jatimnow.com

Sidang Madu Klanceng Kediri: Saksi Tegaskan Peran Ketua NMSI yang Kini Buron

Editor : Redaksi   Reporter : Yanuar Dedy
Marketing Koperasi NMS Istu Dewi, salah satu saksi di persidangan. (dok. Tim Hukum/jatimnow.com)
Marketing Koperasi NMS Istu Dewi, salah satu saksi di persidangan. (dok. Tim Hukum/jatimnow.com)

jatimnow.com - Christian Anton Hadrianto, buronan dalam kasus investasi madu klanceng Kediri terpojok dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Selasa (29/10/2024). Mayoritas saksi menyebut, Ketua Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera Indonesia (NMSI) itu lah yang paling bertanggungjawab.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 15 orang saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Chrisma Dharma Ardiansyah, Ketua Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera (NMS). Terdiri dari 8 orang saksi korban, dua orang pakar lebah dan madu serta 5 orang karyawan serta pengurus Koperasi NMSI.

"Koperasi NMS yang diketuai Chrisma tidak terjadi masalah ketika dia jalankan, karena hanya mempunyai 200-an mitra. Dan semua mitra menerima keuntungan," kata Marketing Koperasi NMS Istu Dewi, salah satu saksi di hadapan majelis hakim.

Perempuan yang juga menjabat sebagai manajer makerting di Koperasi NMSI itu memaparkan kepada ketua majelis hakim jika pada waktu di NMS itu berjalan lancar. Tidak ada keutungan mitra yg tidak dibayarkan sampai beralih ke NMSI.

Pada awalnya, imbuh dia, NMSI selalu membayar keuntungan mitra-mitra atau agen. Tetapi setelah kejadian larinya Christian Anton, Ketua Koperasi NMSI di tahun 2021 itu barulah terjadi gagal bayar pada mitra.

"Hanya pak Anton yang bisa mencairkan dana dari rekening CIMB Koperasi NMSI tersebut," ungkap Istu.

Sekretaris Koperasi NMSI Lalu Ahmad Baiquni memberikan keterangan yang senada dengan Istu. Dia memaparkan tentang kerjasama antara mitra dengan koperasi serta wewenang atasannya tersebut dalam perkara itu.

"Seharusnya Pak Anton yang bertanggung jawab kepada mitra dan agen, karena MoU atau Surat Perjanjian Kerjasama Kemitraan dengan Koperasi NMSI dan ditandatangani oleh Ketua NMSI Christian Anton," papar Baiquni.

Masih kata dia, saat dirinya hadir dalam acara gathering launching Koperasi NMSI di Hotel Aston Madiun, pada 5 Januari 2020 lalu, terdakwa Chrisma Dharma Ardiansyah memaparkan pergantian koperasi NMS ke NMSI. Para mitra dipersilahkan melanjutkan kerjasama dengan NMSI di bawah kepemimpinan Christian Anton atau melakukan buyback.

Baca juga:
Sidang Madu Klanceng Kediri, Pengurus Koperasi NMSI Ikut Tertipu Miliaran Rupiah

Sementara itu, saat menjadi sekertaris di Koperasi NMSI, Baiquni mengaku, setiap harinya melihat pimpinannya Christian Anton menyiapkan uang pembayaran keuntungan untuk mitra atau agen. Pengaturan keuangan serta perputaran Koperasi NMSI juga dilakukan oleh pimpinannya tersebut.

Lalu, pada saat Christian Anton melarikan diri, Baiquni mengatakan, mendapati isi brankas, laptop, dan CCTV yang sudah raib. Lantas, pimpiannya tersebut sudah tidak dapat dihubungi.

Kaburnya Christian Anton mengakibatkan terjadinya gagal bayar. Sehingga para anggota dan mitra datang ke kantor koperasi untuk meminta hak mereka berupa keuntungan yang dijanjikan dari bisnis usaha budidaya madu klanceng tersebut.

Terpisah, penasihat hukum terdakwa Justin Malau mengatakan, keterangan para saksi semakin menguatkan tidak adanya peran kliennya dalam perkara tersebut. Para saksi justru menyebut Christian Anton sebagai pemeran utama.

Baca juga:
Sidang Madu Klanceng Kediri: 11 Saksi Akui Teken Kontrak dengan NMSI, Bukan NMS

"Chrisma tidak merugikan korban, karena mereka berkontrak dengan Koperasi NMSI. Jadi posisinya Chrisma berakhir di 2019,” papar Justin Malau.

Dia menegaskan, bahwa peralihan nama Koperasi NMS menjadi NMSI, kliennya sudah tidak menduduki jabatan apapun.

Sebelumnya, kasus penipuan investasi madu klanceng di Kediri menyeret dua nama tersangka. Chrisma Dharma Ardiansyah dan Wahyudi yang berkasnya dipisah. Terdakwa dikenakan pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau kedua primer tentang penipuan.

Kedua, pasal 374 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsider tentang tindak pidana penggelapan dengan pemberatan. Sedangkan ketiga pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penggelapan.