jatimnow.com – Pondok Pesantren Al Falah Ploso di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri genap berusia 100 tahun. Puncak peringatan harlah pesantren yang telah berkontribusi signifikan bagi pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia itu digelar dengan penuh khidmat, pada Rabu (1/1/2025) malam.
Sejumlah tokoh nasional hadir dalam acara penting ini. Di antaranya Wakil Presiden RI ke-13 Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Menteri Kabinet Presiden Prabowo Dr. (H.C) Abdul Muhaimin Iskandar, Dr (H.C) Zulkifli Hasan dan Syaifullah Yusuf.
Bukan sekadar perayaan, Harlah 100 Tahun Pondok Pesantren Al Falah Ploso ini dimaknai sebagai momentum untuk merenungkan perjalanan panjang pondok dalam melahirkan generasi penerus bangsa. Dengan berbagai program dan penghargaan, acara ini menjadi bukti nyata komitmen Al Falah Ploso dalam menjaga tradisi keilmuan sambil menjawab tantangan zaman.
Tentu, menarik untuk disimak bagaimana perjalanan Pondok Pesantren Al Falah yang didirikan pada 1925 itu. Faktanya, ada hasil banting stir pendirinya KH Djazuli Utsman, yang kemudian dibantu sang istri Nyai Hj Rodliyah.
Keduanya dikenal sebagai sosok visioner yang mendedikasikan hidup untuk pendidikan Islam dan pengembangan pesantren.
KH Djazuli Utsman lahir pada 16 Mei 1900 di Kediri. Ia berasal dari keluarga religius, putra Raden Mas Muhammad Utsman, seorang penghulu di Ploso, dan Mas Ajeng Muntaqinah, keturunan mubaligh. Sejak kecil, Djazuli dikenal cerdas dan disiplin, terbukti dari pendidikannya yang meliputi Sekolah Rakjat, MULO, HIS, hingga Sekolah Kedokteran Pribumi (STOVIA) di Batavia.
Namun, nasihat dari KH Muhammad Ma’ruf, seorang ulama dari Kedunglo, Kediri, mengubah arah hidupnya. Ia disarankan untuk meninggalkan pendidikan formal dan mendalami ilmu agama di pesantren.
Sebagai anak yang berbakti, Djazuli mengikuti saran tersebut. Beliau banting stir dan memulai perjalanan panjang menuntut ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain, termasuk di Gondanglegi (Nganjuk), Pesantren Sono (Sidoarjo), Sekarputih (Nganjuk), hingga Tebuireng (Jombang) di bawah asuhan Hadratus Syekh KH Hasyim Asya’ri.
Perjalanan intelektual Djazuli tidak hanya di tanah air. Pada 1922, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Masjidil Haram, Makkah. Namun, situasi politik yang memanas akibat kudeta Wahabi memaksanya kembali ke Indonesia. Sepulangnya, Djazuli melanjutkan pengabdian dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Falah di Ploso pada 1 Januari 1925 .
Dengan tekad yang kuat, sebelumnya pada pertengahan 1924 Kiai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah kolonial Belanda. Dan pada 1 Januari 1925 surat tersebut turun.
Proses itu sebagai cara formal untuk mendirikan bangunan madrasah baru demi memperluas kapasitas pesantren.
Pesantren ini dimulai dengan hanya 12 santri. Dengan tekad yang kuat, Djazuli mengembangkan pesantren ini meskipun awalnya masih menggunakan serambi masjid sebagai tempat belajar.
Berkat kegigihannya, pesantren berkembang pesat, baik dari segi jumlah santri maupun fasilitas. Ia bahkan berkeliling ke berbagai daerah seperti Kediri, Tulungagung, dan Blitar untuk menggalang dana guna membangun asrama dan madrasah.
Baca juga:
Gubernur Jatim Khofifah Singgung LGBT di Ponpes Al Falah Ploso
Peran Nyai Hj Rodliyah: Srikandi di Balik Kesuksesan Pesantren
Nyai Hj Rodliyah, istri KH Djazuli Utsman, lahir di Durenan, Trenggalek, pada tahun 1912. Terlahir dalam lingkungan pesantren, beliau mendapatkan pendidikan agama langsung dari ayahnya, KH Mahyin. Setelah menikah dengan KH Djazuli pada 15 Agustus 1930, Nyai Rodliyah menjadi pendamping setia yang tidak hanya mendukung, tetapi juga memimpin roda ekonomi pesantren.
Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah, “Pun, sampean ngaji mawon, kulo sing ngurusi sangu” (Sudah, kamu fokus mengaji, saya yang mengurus kebutuhan keluarga). Ia berdagang kain keliling dan berjualan sayur untuk mencukupi kebutuhan pesantren, sementara KH Djazuli fokus pada pendidikan santri.
Nyai Rodliyah juga dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam ibadah. Ia rutin menjalankan shalat tahajud, puasa sunnah, dan membaca Al-Qur’an hingga khatam setiap tiga hingga lima hari sekali. Keteguhan hati dan dedikasinya menjadikan beliau sebagai teladan ummul ma’had, ibunda pesantren.
Perkembangan Pesantren Al Falah
Pesantren Al Falah tumbuh menjadi lembaga pendidikan Islam yang besar. Pada 1928, dibangun asrama pertama bernama Pondok Darussalam, disusul Pondok Cahaya sebagai tempat mujahadah. Pada 1939, dibangun Kompleks Andayani yang dilengkapi dengan mushola dan gedung asrama dua lantai.
Hingga kini, pesantren ini terus berkembang dan menjadi pusat pendidikan berbasis salaf yang tidak hanya mendidik ribuan santri, tetapi juga melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat. Di bawah kepemimpinan putra-putri mereka, seperti KH Ahmad Zainuddin Djazuli (wafat 2021),KH. Nurul Huda Djazuli,KH. Chamim Tohari Djazuli /Gus Miek (wafat 1993), KH. Fuad Mun'im Djazuli (wafat 2020), KH. Munif Djazuli (wafat 2012) dan Nyai Hj. Lailatul Badriyah Djazuli , Al Falah terus melestarikan tradisi keilmuan Islam.
Peninggalan Abadi
KH Djazuli wafat pada 22 Oktober 1967, meninggalkan warisan berupa pesantren yang menjadi cahaya ilmu bagi umat Islam. Sementara Nyai Hj Rodliyah wafat pada 11 September 1996, di usia 84 tahun. Keduanya telah memberikan teladan tentang keikhlasan, perjuangan, dan pengabdian yang tiada henti untuk pendidikan Islam.
Baca juga:
Kapolri Sowan ke Ponpes Al-Falah Ploso Kediri, Ini Doa Para Kiai
Pesantren Al Falah Ploso, yang kini berusia 1 abad, adalah bukti nyata dari perjuangan pasangan ini. Dengan tema peringatan “Melestarikan Ngaji, Meneguhkan Khidmah Al Falah untuk Bangsa,” generasi penerus diharapkan dapat terus menjaga dan mengembangkan warisan keilmuan ini untuk umat dan bangsa.
“Perjuangan Mbah Yai Djazuli dan Nyai Rodliyah menjadi inspirasi bagi kita semua. Seratus tahun bukan waktu yang singkat, namun ini baru awal dari perjalanan panjang khidmah pesantren untuk bangsa. Peringatan 1 abad ini adalah refleksi perjalanan bagi kami generasi penerus agar tetap istiqomah,” ujar Gus Ma’mun Ketua Umum 1 Abad Al Falah
KH. Ma’ruf Amin pun punya kesan mendalam tentang kontribusi Pondok Al Falah dalam membangun generasi dengan semboyan 'Afdlolutthuruqi ilallah thoriqotutta'lim watta'allum.
Menurutnya, pondok ini adalah salah satu bukti nyata bahwa perjuangan ulama tidak pernah sia-sia. Pesantren Al Falah adalah pabriknya kiai sejak 100 tahun lalu.
“Dan produk kiai itu telah membuat pabrik-pabrik lagi. Semoga Al Falah terus menjadi mercusuar ilmu dan dakwah,” kata KH. Ma’ruf Amin.
“Saya mohon doa kepada semua agar Pondok Pesantren Al-Falah yang usianya sudah 1 abad ini bisa lestari, dan istiqamah hingga Yaumil Qiyamah. Serta anak, dan cucu KH Ahmad Djazuli Utsman diberikan himmah aliyah (semangat tinggi)," pinta KH Abdurrahman Al Kautsar, salah satu pengasuh Ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri kini.