jatimnow.com - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana pertambangan batubara ilegal yang terjadi di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dan juga kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan, dalam kasus ini pihaknya sudah menangkap tiga orang tersangka yang diduga menampung, menjual, dan mengangkut batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP/izin, hingga mengakibatkan negara merugi Rp5,7 triliun.
“Langkah ini dilakukan dalam rangka menjaga sumber daya alam sebagai aset kekayaan negara. Wilayah IKN merupakan marwah dari Pemerintahan Republik Indonesia, sehingga segala bentuk kegiatan illegal mining di lokasi IKN harus ditertibkan dan ditindak tegas karena menjadi atensi publik,” kata Nunung, di Surabaya, Kamis (17/7/2025).
Nunung mengatakan, hal ini bermula saat tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapatkan informasi dari masyarakat perihal adanya kegiatan pemuatan batubara di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka pun melakukan penyelidikan 23-27 Juni 2025.
Kepolisian pun melakukan penyidikan dan melakukan pengecekan ke TKP bersama Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Otorita IKN, Surveyor Indonesia dan Polda Kalimantan Timur.
“Diketahui, asal-usul batubara tersebut berasal dari kegiatan penambangan ilegal di Kawasan Hutan Taman Raya Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, juga wilayah IKN,” kata dia.
Dalam proses penyidikan dan gelar perkara polisi akhirnya menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni YH, CH dan MH yang memiliki peran berbeda-beda. Sementara perusahaan yang terlibat ialah MMJ dan BMJ.
Tersangka YH dan CH diduga menjual batubara yang diduga berasal dari penambangan tanpa izin, sementara MH berperan peran membeli dan menjual batubara hasil penambangan ilegal. Mereka kini sudah ditangkap dan ditahan.
“Modus operandi para pelaku adalah dengan membeli batubara dari hasil kegiatan penambangan ilegal yang berada di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,” ucapnya.
Batubara itu, kata Nunung, kemudian dikumpulkan dalam stockroom, dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan diangkut ke Terminal Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT).
Bareskrim Polri membeber sejumlah alat bukti aktivitas tambang ilegal batu bara di IKN
“Setelah berada di terminal, kontainer batubara dilengkapi dokumen resmi dari perusahaan pemegang izin usaha produksi (IUP), seolah-olah batubara berasal dari penambangan resmi/pemegang IUP,” ucapnya.
Dalam kasus ini, polisi j memeriksa 18 orang saksi. Mulai dari KSOP Kelas I Balikpapan, Operasional Pelabuhan PT Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan, tiga agen pelayaran, perusahaan-perusahaan pemilik IUP OP & IPP, saksi-saksi penambang, perusahaan jasa transportasi dan ahli dari Kementerian ESDM.
Di lokasi, penyidik setidaknya menemukan 351 kontainer berisi batubara dalam karung, dengan rincian 248 kontainer telah disita di Depo Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan 103 kontainer masih dalam proses pemeriksaan dokumen di Pelabuhan KKT Balikpapan.
“Kami juga menyita 11 unit truk trailer, 7 unit alat berat, terdiri dari 2 unit telah disita, dan 5 unit diamankan di lokasi kawasan hutan dan selanjutnya akan dilakukan penyitaan,” ucapnya.
Baca juga:
PLN Nusantara Power Gandeng TNI AD, Ini Poin Kerja Sama
Polisi juga menyita beberapa dokumen, berupa Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Kebenaran Dokumen, Laporan Hasil Verifikasi, Surat Pernyataan Kualitas Barang, Surat Keterangan Pengiriman Barang, Shipping Instruction, dokumen IUP OP, dan dokumen Izin Pengangkutan & Penjualan.
Lebih lanjut, Nunung menyebut, aktivitas penambangan ilegal ini diduga sudah terjadi sejak 2016-2025. Akibatnya negara menderita kerugian Rp5,7 triliun. Jumlah itu dihitung dari deplesi batubara dan kerusakan hutan. Jumlah itu pun berpotensi akan bertambah.
“Yang pertama adalah biaya hilangnya batubara akibat pertambangan dari 2016 sampai 2024. Ini mencapai Rp3,5 triliun. Kemudian total biaya kerusakan hutan dalam hal ini kayu seluas 4.236,69 hektare, adalah Rp2,2 triliun. Jadi total sementara, estimasi sementara sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp5,7 triliun,” kata dia.
Nunung mengatakan, atas perbuatannya tersangka YH CH dan, dijerat Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara dan denda Rp100 juta. Polisi juga masih memburu pihak-pihak lain yang terlibat.
“Proses penyidikan tidak berhenti sampai di sini saja, tolong dicatat, tetapi masih akan berlanjut dengan pengembangan terhadap pihak-pihak lain, baik penambang maupun pemberi dokumen IUP OP dan RKAB dalam penjualan batubara, serta pihak-pihak yang membantu terlaksananya tindak pidana ini. Penyidik juga akan menerapkan pasal TPPU mengingat kegiatan penambangan ini telah berlangsung lama dan menjadi atensi pemerintah,” pungkasnya.