jatimnow.com - Pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Penetapan ini didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang menegaskan pengakuan negara terhadap kebudayaan sebagai pilar penting dalam pembangunan bangsa.
Puji Karyanto, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), menilai penetapan Hari Kebudayaan adalah langkah strategis yang sudah lama ditunggu para pelaku budaya.
“Sebagai bagian dari masyarakat kebudayaan, kami akademisi memandang Hari Kebudayaan bukan sekadar simbol, melainkan bagian dari strategi besar pembangunan bangsa yang harus diutamakan,” ujar Puji.
Meski disambut positif, penetapan tanggal tersebut menimbulkan polemik. Puji mengungkapkan, yang menjadi perhatian bukan hanya pentingnya Hari Kebudayaan, tetapi juga proses penetapannya.
Sebelumnya, terdapat berbagai usulan tanggal yang memiliki latar belakang sejarah berbeda. Namun yang terpilih adalah 17 Oktober, bertepatan dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.
“Ini masalah penting karena bangsa maju adalah bangsa dengan strategi kebudayaan yang jelas,” kata Puji.
Ia menambahkan bahwa penetapan hari besar nasional harus berlandaskan kajian akademik mendalam dan keterlibatan publik agar menjadi konsensus nasional yang tidak menimbulkan kontroversi.
Penetapan tanggal ini berasal dari usulan para seniman dan maestro budaya dari Yogyakarta. Namun, Puji menegaskan bahwa partisipasi publik ini harus dibuktikan melalui proses yang transparan dan terdokumentasi.
“Partisipasi publik dan pemangku kepentingan, termasuk DPR Komisi X serta kementerian lain yang terkait, harus dilibatkan secara menyeluruh,” tegasnya.
Puji juga menanggapi skeptisisme masyarakat yang menilai ada muatan politis dalam pemilihan tanggal tersebut.
“Pemerintah harus menunjukkan itikad baik (goodwill) dalam memajukan kebudayaan dengan memberikan penjelasan transparan terkait dasar pemilihan tanggal ini. Dokumentasi dan argumen yang jelas sangat penting agar keputusan ini bersifat permanen dan tidak jadi bahan revisi di masa depan,” tuturnya.
Di tengah beragam pendapat, Puji berharap peringatan Hari Kebudayaan tidak hanya menjadi acara seremonial tahunan. Ia mengajak seluruh pihak menjadikan momentum ini sebagai langkah nyata menjalankan amanah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017 dan kebijakan pendukung lainnya.
“Indonesia adalah proses panjang dengan kekayaan budaya lokal yang potensial untuk membangun kebudayaan nasional inklusif. Hal ini bisa dimaksimalkan melalui diplomasi budaya, ekonomi kreatif, kuliner, dan industri film,” paparnya.
“Hari Kebudayaan hanyalah salah satu alat untuk meningkatkan kesadaran budaya. Dalam era digital, strategi pengembangan kebudayaan harus kreatif dan masif, menyebarkan kekayaan budaya kita ke kancah internasional,” tandasnya.