jatimnow.com - Kabar membanggakan datang dari Kabupaten Gresik. Lima unsur budaya asal Kota Santri ini resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Kebudayaan RI tahun 2025.
Penetapan diumumkan setelah sidang penetapan WBTb berlangsung di Jakarta selama 5–9 Oktober 2025. Dari lima usulan yang diajukan Pemkab Gresik, seluruhnya lolos dan ditetapkan.
Kelima warisan itu meliputi tiga kategori Adat Istiadat Tradisi Pasar Bandeng di sepanjang Jalan Pasar Gresik, Malam Selawe di kawasan Sunan Giri, serta Rebo Wekasan di Desa Suci kemudian kategori Pertunjukan Tradisional yaitu Pencak Macan, dan kategori Kerajinan Tradisional yakni Kupat Keteg.
Anggota Litbang Dewan Kebudayaan Gresik, Basiq El Fuadi, menyebut penetapan ini menjadi bukti keseriusan masyarakat dan pegiat budaya dalam menjaga tradisi leluhur.
“Ini bentuk keberhasilan merawat dan mengingat warisan budaya Gresik. Harapannya, pemerintah daerah bisa berkolaborasi dengan seniman dan budayawan untuk membuat kegiatan yang mengenalkan WBTb ini ke masyarakat luas,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).
Kupat Keteg, Kuliner Langka Warisan Giri Kedaton
Dari lima budaya yang ditetapkan, Kupat Keteg jadi perhatian tersendiri. Kuliner khas Desa Giri, Kecamatan Kebomas ini masuk kategori kerajinan tradisional karena proses pembuatannya yang unik dan diwariskan turun-temurun sejak masa Kerajaan Giri Kedaton.
Dalam naskah Babad Gresik, disebutkan setelah runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton, wilayah Giri hanya mengurus tiga dusun: Kajen, Kedahanan, dan Giri Gajah. Dari Dusun Kajen inilah tradisi pembuatan Kupat Keteg terus hidup hingga kini.
Nama Keteg diambil dari kampung kuna yang dikenal memiliki sumber air unik atau air keteg yakni air dari endapan minyak mentah yang muncul dari sumur alami. Air ini menjadi bahan utama yang memberi cita rasa khas pada kupat tersebut.
Budayawan Muhammad Ma’arif dari komunitas Giri Simbo menjelaskan, Kupat Keteg sudah lama dikenal sebagai kuliner para peziarah ke makam Sunan Giri.
Baca juga:
Kapolres Gresik Gandeng Seluruh Kepala Desa, Perkuat Sinergi Jaga Kamtibmas
“Kupat Keteg biasa dijual pada malam Selawe, atau malam ke-25 Ramadan, dan saat Lebaran. Sayangnya, perhatian terhadap potensi kuliner ini masih minim karena fasilitas produksi dan pemasarannya belum memadai,” jelasnya.
Tinggal Empat Pembuat Aktif
Meski kini sudah diakui secara nasional, produksi Kupat Keteg justru kian berkurang. Saat ini, hanya empat orang di Dusun Kajen yang masih membuatnya. Padahal pada era 1980-an, jumlahnya mencapai belasan orang.
Kesulitan bahan baku menjadi penyebab utama. Janur dari daun gebang untuk bungkus kupat kini semakin sulit dicari. Begitu juga air keteg yang menjadi bahan penting pembuatan kuliner tersebut.
“Kalau tidak segera ada dukungan fasilitas dan pelatihan regenerasi, bisa-bisa Kupat Keteg hanya tinggal nama,” tambah Ma’arif.
Baca juga:
Sinergi TJSL Petrokimia Gresik Hasilkan Dua Penghargaan di CSR & PDB Award 2025
Dorongan untuk Pemerintah Daerah
Basiq El Fuadi berharap penetapan lima WBTb asal Gresik ini menjadi langkah awal membangun ekosistem kebudayaan yang lebih kuat.
“Peran pemerintah daerah sangat penting untuk merawat dan mempopulerkan tradisi ini agar tetap hidup di tengah masyarakat,” ujarnya.
Dengan pengakuan nasional ini, Gresik kembali menegaskan diri sebagai salah satu daerah dengan kekayaan budaya yang berlapis sejarah dari legenda Sunan Giri hingga cita rasa khas Kupat Keteg yang kini menjadi warisan bangsa.
Reporter: Fatkur Rizki