jatimnow.com - Kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa SF (21), seorang mahasiswi di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, memicu keprihatinan mendalam. Lambannya respons aparat penegak hukum dinilai telah memberi kesempatan bagi pelaku, SA (27), untuk melarikan diri dan meninggalkan korban dalam trauma mendalam.
Kasus itu juga mencerminkan lemahnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di tingkat lokal.
Berdasarkan laporan yang dibuat pada Rabu, 15 Oktober 2025, peristiwa tragis itu terjadi pada Selasa dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Pelaku diduga masuk ke kamar korban melalui jendela saat korban sedang tertidur pulas.
Korban sempat melakukan perlawanan dan berteriak meminta tolong, namun pelaku dengan brutal mencekik dan memukulinya hingga mengalami luka lebam di bagian pipi, mata, dan lengan.
Dalam kondisi tak berdaya, pelaku mengancam akan membunuh korban yang tinggal seorang diri jika terus berteriak. Di bawah tekanan yang luar biasa, korban akhirnya menjadi korban rudapaksa.
Pelaku bahkan dengan keji mengaku telah merencanakan aksi bejat tersebut dan sengaja menenggak minuman keras sebelum melancarkan aksinya.
Ironisnya, pagi harinya, ketika korban memberanikan diri melapor kepada kepala desa setempat, ia justru mendapatkan respons yang mengecewakan.
Alih-alih memberikan perlindungan dan dukungan, kepala desa malah menyarankan "penyelesaian kekeluargaan" dengan menawarkan menikahkan korban dengan pelaku. Usut punya usut, ternyata pelaku memiliki hubungan kekerabatan dengan sang kepala desa.
Tawaran yang sangat tidak pantas itu tentu saja langsung ditolak mentah-mentah oleh korban. Tanpa mendapatkan pendampingan dari pemerintah desa, korban akhirnya memberanikan diri melapor ke Polsek Balung dengan didampingi oleh sejumlah kerabatnya.
Namun, setibanya aparat kepolisian di rumah pelaku, pemuda berusia 27 tahun itu sudah berhasil melarikan diri. Hingga saat ini, keberadaan pelaku masih belum diketahui.
Kasus ini kini mendapatkan pendampingan dari LBH IKA PMII Jember, Kopri PMII Jember, dan Fatayat NU Jember. Ketiga lembaga ini bersinergi untuk mengawal proses hukum, memastikan pelaku segera ditangkap, dan korban mendapatkan perlindungan serta pemulihan yang layak.
Ketua Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah, mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus ini.
Baca juga:
Mertua Bunuh Menantu Hamil 7 Bulan di Pasuruan, Apa Pemicunya?
"Penanganan awal yang lamban membuat pelaku bebas bergerak dan kabur. Ini menciptakan ketakutan baru bagi korban yang masih tinggal di lingkungan yang sama," ujarnya usai mengunjungi korban di rumah keluarganya, Senin (20/10/2025).
Menurut Nurul, kasus ini menjadi bukti nyata kesenjangan antara regulasi dan praktik penegakan hukum di lapangan. UU TPKS yang seharusnya menjadi landasan kuat untuk perlindungan korban, ternyata belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik.
"Di lapangan, respons cepat sangat bergantung pada sensitivitas aparat," tegasnya.
Ia menambahkan, seharusnya pelaku sudah bisa diamankan dalam hitungan jam setelah laporan dibuat, bukan malah berhari-hari kemudian. Minimnya dukungan dari pemerintah desa dan aparat sejak awal juga menjadi sorotan. Korban bahkan harus menanggung sendiri biaya visum di rumah sakit.
"Ini bukan hanya soal pelaku kabur, tapi absennya negara dalam menjamin keamanan korban sejak hari pertama," tandas Nurul.
Saat ini, tim pendamping tengah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan asesmen perlindungan dan mengajukan restitusi. LPSK dijadwalkan akan segera mengunjungi korban dalam waktu dekat.
Baca juga:
Pilihan Pembaca: Kisah Pilu Siswi SMP di Lamongan, Biker Motor Sport Tewas
Nurul kembali menegaskan bahwa kasus Balung ini menjadi noda dalam penerapan UU TPKS di tingkat lokal. Regulasi tersebut seharusnya mengamanatkan negara untuk memberikan perlindungan, penanganan, dan pemulihan bagi korban sejak tahap pelaporan. Namun, implementasinya di lapangan masih jauh dari harapan.
"Kalau negara benar-benar menjalankan mandat UU TPKS, korban seperti SF tidak akan dibiarkan hidup dalam ketakutan," pungkasnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian Kapolsek Balung Ipda Sentot menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa korban dan sejumlah saksi.
"Kami sudah melakukan penyelidikan keberadaan pelaku. Sejak awal dilaporkan, pelaku sudah tidak ada di tempat. Kami juga meminta bantuan masyarakat bila mengetahui keberadaannya," jelas Sentot saat dihubungi terpisah.
Perkara mahasiswi Jember diperkosa yang kini tengah menjadi perhatian publik ini telah diambil alih oleh Polres Jember. Proses penyidikan selanjutnya akan dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Tim pendamping juga akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan pelaku dijebloskan ke penjara