jatimnow.com - Belum tuntas pro dan kontra kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tertuang dalam aturan Perdirjampel nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018, kini ia kembali menerapkan sistem baru yang juga menimbulkan pro kontra.
Kebijakan tersebut berwujud penerapan rujukan dengan sistem online. Lalu apa masalahnya? Yang menjadi masalah bukan karena sistem onlinenya. Melainkan sistem zonasi rumah sakit rujukan.
Karena aturan baru tersebut, pasien tidak boleh memilih rumah sakit sesuai keinginannya. Harus sesuai dengan sistem zonasi yang ditetapkan.
Baca juga: Paslon Pilbup Gresik Siapkan Program BPJS Plus bagi Warga Kurang Mampu
Seperti di Puskesmas Bungkal Ponorogo. Pasien yang faskes 1 nya di Puskesmas Bungkal, jika ingin berobat ke faskes lanjutan atau dirujuk, wajib di RSUD dr Harjono atau RSU Muslimat.
"Nah itu yang menjadi kendala di kami. Banyak pasien yang protes karena mereka di rujuk di RSUD dr Harjono atau Muslimat," kata koordinator aplikasi BPJS di Puskesmas Bungkal, Sri Astuti.
Menurutnya, pasien yang protes setiap harinya ada 2 sampai 4 orang. Apalagi mereka yang bertahun-tahun rujukan di salah satu RS B misalnya.
"Ya mereka ngamuk. Kami hanya memberi penjelasan saja. Kalau mau komplain lebih lanjut kami arahkan ke kantor BPJS," urainya.
Ia mengatakan, sistem rujukan online berzonasi tersebut baru muncul di 15 Agustus 2018. Sebagai petugas di puskesmas atau Faskes 1, ia juga kaget.
"Yang disosialisasikan oleh tim BPJS cuma rujukan online. Bukan zonasi rumah sakit seperti sekarang ini," tambahnya
Ia pun kaget saat pertama menjalankan aplikasi online, pilihannya hanya RSUD dr Harjono maupun RSU Muslimat. Padahal pasien yang ada biasanya rujukan di RS B.
Tuti--sapaan akrab--Sri Astuti bahkan pernah menemukan satu pasien yang tidak mau dirujuk di RS yang ditunjuk. Akhirnya, sang pasien ke BPJS kesehatan untuk protes.
Baca juga: Novo Nordisk Bareng Bio Farma Produksi Obat Diabetes di Indonesia
"Tapi tidak paham bagaimana kelanjutannya. Karena saya sendiri jika tanya ke BPJS cuma dianjurkan memotivasi pasien," tambahnya.
Harapannya, BPJS Kesehatan melakukan sosialisasi lebih lanjut. Karena pasien perlu diberikan pengertian langsung alasan kenapa dibentuk zonasi.
Sementara, salah satu bidan desa, Dewi Aisyah mengaku hal yang sama. Banyak pasien yang kaget dengan kebijakan baru tersebut.
"Ya kalau saya menangani ibu melahirkan akhirnya saya beri pengertian bahwa bila menggunakan BPJS harus sesuai dengan aplikasi. Tidak bisa menolak," tutur Dewi.
Sementara, salah satu warga asal Kecamatan Siman yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan, terpaksa berobat ke rumah sakit yang disarankan sistem.
‘’Setelah dari puskesmas, tadi langsung mendapat nomor rujukan. Tapi bukan di rumah sakit yang biasanya saya datangi. Karena memang di situ tidak ada pilihan rumah sakit,’’ kata dia sembari mewanti-mewanti namanya enggan dimuat.
Baca juga: VSD Medical Service, Wujud Bakti Alumni pada Pendidik SMAK St Loius I Surabaya
Padahal biasanya ia berobat ke rumah sakit lain. Lantaran tidak ada pilihan lain, akhirnya ia tetap berobat ke rumah sakit yang disarankan. Ia mengaku sistem tersebut sebenarnya sangat membantu, namun dia berharap pasien dapat memilih rumah sakit yang akan dituju. "Kalau bisa ya ke rumah sakit yang biasanya saya kunjungi,’’ lanjutnya.
Sejatinya layanan rujukan online banyak membantu warga dan penyedia layanan kesehatan. Melalui fasilitas kesehatan (faskes) pertama, pasien sudah langsung mendapatkan nomor rujukan tanpa mengantre di rumah sakit. Dalam hal ini faskes pertama merupakan puskesmas, dan dokter rumahan.
Meskipun layanan rujukan online tersebut hadir sebagai solusi. Nyatanya layanan tersebut secara otomatis memilih rumah sakit yang dekat dengan tempat tinggal pasien. Batas maksimal, rumah sakit dalam radius 15 kilometer menjadi prioritas utama bagi pasien.
Reporter: Mita Kusuma
Editor: Erwin Yohanes