Pixel Codejatimnow.com

Golput, Suara Anda Rawan Disalahgunakan

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Jajeli Rois
Diskusi 'Legitimasi Pemilu dan Peningkatan Partisipasi Pemilu' yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden di Jakarta (foto: Kantor Staf Presiden)
Diskusi 'Legitimasi Pemilu dan Peningkatan Partisipasi Pemilu' yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden di Jakarta (foto: Kantor Staf Presiden)

jatimnow.com - Hak pilih yang tidak digunakan atau golput pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, rawan disalahgunakan. Itu dibahas dalam diskusi 'Legitimasi Pemilu dan Peningkatan Pertisipasi Pemilih' di Jakarta, Kamis (28 Maret 2019).

Acara ini digagas Kantor Staf Presiden (KSP), kemudian Afifudin dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Very Junaedi dari KoDe Inisiatif serta Khoirunnisa dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dalam diskusi itu, Prof. Syamsudin Haris dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, akan tidak bijak dan tidak rasional jika memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilih dalam situasi politik saat ini. Sebab menurutnya, hak pilih yang tidak digunakan rawan disalahgunakan.

Potensi turunnya partisipasi pemilih menjadi alasan diskusi ini digelar. Dari fakta yang ada, partisipasi pemilih sejak Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 terus menurun. Tahun 2004 jumlah orang yang tidak menggunakan hak pilih sebesar 23,30 persen, meningkat menjadi 27,45 persen pada pemilu berikutnya. Angka ini membesar pada 2014 menjadi 30,42 persen.

"Menjaga kualitas demokrasi, termasuk di dalamnya menyelenggarakan pemilu yang sukses adalah tugas bersama," ujar Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani.

Baca juga:
Hasto Tegaskan PDI Perjuangan Bukan Partai Kemarin Sore, Sindir Demokrat?

Sehingga, lanjutnya, kolaborasi pemerintah, akademisi, masyarakat sipil dan swasta menjadi penting untuk kesuksesan pesta demokrasi.

Pada diskusi tersebut, juga disingung peran sentral Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dalam memastikan penyelenggaraan pemilu memiliki legitimasi kuat. Juga mencegah pihak-pihak yang ingin merusak demokrasi di Indonesia.

"Pemilu adalah pesta demokrasi yang menyenangkan. Berita bohong dan fitnah merusak kegembiraaan demokrasi," tambah Afifudin dari Bawaslu.

Baca juga:
Video: Pesan Mahfud MD untuk Jokowi-Prabowo

Selain itu, dalam diskusi tersebut terungkap bahwa memobilisasi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilih merupakan ancaman demokrasi. Apalagi jika itu sengaja dilakukan untuk mempengaruhi hasil elektoral kandidat tertentu.

Sekalipun tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) merupakan hak individu, tapi sengaja mempengaruhi orang lain agar tidak menggunakan hak pilihnya, merupakan tindakan yang melanggar undang-undang. Pelanggaran itu bisa dikenakan hukuman pidana hingga dua tahun penjara.