Pixel Code jatimnow.com

Duka Sri Langka dan Kerendahan Hati Seorang Pemimpin

Editor : Redaksi   Reporter : Budi Sugiharto
Wali Kota Risma bersama pimpinan Polri di salah satu gereja di Surabaya yang terkena bom, Minggu (13/5/2018)/Foto: Budi Sugiharto.
Wali Kota Risma bersama pimpinan Polri di salah satu gereja di Surabaya yang terkena bom, Minggu (13/5/2018)/Foto: Budi Sugiharto.

jatimnow.com - Siapa tidak kenal M Fikser? Dia adalah Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Orang yang selalu di dekat Wali Kota Tri Rismahirini, selain Kabag Umum Wiwiek Widyanti.

Pejabat kelahiran Serui, Papua ini mengisahkan rasa empati ketika 8 bom mengoyak Sri Langka dengan kejadian 3 gereja di Surabaya menjadi korban bom bunuh diri.

Berikut isi hati M Fikser yang ditumpahkan melalui akun pribadi @fikser mora di Facebook pada Senin (22/4/2019) malam.

M Fikser

Semua headline media massa hari ini, Senin (22/4/2019), mengulas pemberitaan yang sama. Yakni terkait tragedi delapan bom yang mengguncang Sri Lanka.

Terenyuh rasanya hati ini membaca kata demi kata, angka demi angka, seputar peristiwa yang telah menyita perhatian dunia itu. Sebagaimana dilansir LKBN Antara, bahwa korban meninggal mencapai 207 orang dan 450 lainnya luka-luka.

Angka tersebut masih terus berubah, bahkan berpotensi bertambah.

Bersama dengan ini, saya secara pribadi juga ingin menyampaikan belasungkawa dan duka yang teramat mendalam atas apa yang terjadi pada saudara-saudara kita di Sri Lanka. Mari kita semua mendoakan yang terbaik bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Saya, atau lebih tepatnya kami, juga ikut merasakan kepedihan warga Sri Lanka. Meski terpisah jarak ribuan kilometer, namun apa yang menimpa warga Sri Lanka terasa begitu dekat. Belum genap satu tahun, lebih tepatnya pada 13-14 Mei 2018, Surabaya juga mengalami tragedi serupa.

Dengan alasan apa pun, tragedi yang terjadi di Surabaya maupun Sri Lanka tidak dapat dibenarkan. Menghilangkan nyawa warga sipil, apalagi tidak dalam situasi perang, tidak dibenarkan oleh ajaran agama mana pun.

Selain menebarkan ketakutan dan keresahan di kalangan masyarakat, tindakan pengecut yang menghilangkan nyawa orang banyak menimbulkan luka yang teramat dalam. Kepedihan akan kehilangan orang-orang yang terkasih.

Bagaimana peristiwa itu memisahkan orang tua dengan anaknya, istri dengan suaminya dan saudara dengan kerabatnya. Luka akan kehilangan seseorang ini perlu waktu untuk sembuh.

Berkaca pada peristiwa 13-14 Mei 2018 di Surabaya, saya masih ingat betul, waktu itu saya bersama Wali Kota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini dan beberapa orang delegasi Pemerintah Kota Surabaya, baru tiba dari Arab Saudi. Kala itu, Bu Risma -sapaan akrab Tri Rismaharini- baru saja memenuhi undangan Raja Salman untuk menjadi pembicara dalam forum yang dihadiri para kepala daerah di Arab Saudi.

Ketika kabar mengejutkan itu sampai ke telinga Bu Risma, tanpa pikir panjang beliau mempercepat kepulangannya ke Surabaya. Kelelahan akibat berjam-jam perjalanan dari Arab Saudi tak dihiraukannya.

Sesampai di Surabaya, tanpa istirahat, beliau langsung menuju ke lokasi bom di tiga gereja. Sembari, di sepanjang perjalanan di dalam mobil, beliau berpikir keras langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh pasca-tragedi.

Baca juga:
Perintah Hasto ke Kader PDIP: Menangkan Kepemimpinan, Bawa Perubahan

Sebagai orang staff yang bekerja di lingkup wali kota, saya bisa merasakan perasaan seorang ibu yang sedih, manakala ada anak-anaknya yang sedang sakit atau terluka. Namun, kesedihan itu dibalut dengan ketegaran.

Ketegaran itu dapat dilihat dari upaya-upaya Bu Risma pasca-tragedi, di antaranya mengunjungi semua korban, baik korban meninggal maupun korban luka-luka.

Kehadiran Bu Risma memberikan pesan bahwa seorang pemimpin harus hadir, tidak hanya saat warganya sedang berpesta, tetapi juga saat masyarakat tengah menjalani periode terkelam dalam hidup mereka.

Bu Risma juga langsung berkoordinasi dengan aparat keamanan, utamanya dari rekan-rekan kepolisian dan TNI, tokoh agama, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW serta melibatkan warga dalam pembuatan aplikasi sistem informasi patauan penduduk ( SIPANDU ) Aplikasi tersebut dicetuskan oleh Bu Risma untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang.

Beberapa hari setelah peristiwa memilukan itu, saya tahu betul beliau sangat minim istirahat. Setiap harinya, mungkin hanya satu atau dua jam saja beliau mengambil waktu, itu pun belum tentu beliau dapat tidur nyenyak, karena benaknya masih memikirkan warga Surabaya.

Padahal, jujur saja, fisik kami semua yang mendampingi beliau sudah ‘tercabik-cabik’ rasa lelah yang menumpuk selama berhari-hari. Bukanya mengendur, memasuki pekan berikutnya, Bu Risma malah semakin bersemangat mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan.

Kunjungan itu dilakukan secara marathon selama beberapa hari guna membuktikan kepada publik bahwa Surabaya sudah aman dan kondusif.

Totalitas Bu Risma bukan hanya soal memberikan waktu secara penuh kepada warga Surabaya, tetapi juga dari sisi merendahkan diri, menekan ego beliau. Bu Risma memberikan penekanan kuat bahwa wali kota bukanlah jabatan yang paling berkuasa.

Baca juga:
Pendukung Risma - Gus Hans di Madura Perkuat Barisan Jelang Coblosan

Justru sebaliknya, wali kota adalah pelayan bagi masyarakatnya. Itulah sebabnya, Bu Risma pernah sampai sujud di hadapan para takmir masjid dalam sebuah forum.

Tindakan mengejutkan yang sama juga pernah dilakukan oleh Pemimpin Umat Katholik, Paus Fransiskus saat mencium kaki Presiden dan pemimpin oposisi Sudan Selatan demi memohon perdamaian.

Dari rangkaian peristiwa itu, saya memetik pelajaran berharga dari jiwa seorang pemimpin. Bahwa pemimpin sejati itu mereka yang bersedia mengesampingkan apa yang dirasakannya, demi kepentingan orang banyak.

Bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang rela merendahkan dirinya, menekan egonya hingga ke titik nol.

Sungguh saya secara pribadi merasa beruntung berkesempatan mengenal Bu Risma. Saya banyak belajar dari beliau. Dan tentu saja, saya juga sangat yakin bahwa warga Surabaya juga beruntung punya pemimpin yang tegar, tangguh, dan peduli seperti Bu Risma.(MF)

Salah satu perwira menolong anak teroris yang menyerang Mapolrestabes Surabaya

Persebaya Tekuk Persija, Ini Rahasianya
Olah Raga

Persebaya Tekuk Persija, Ini Rahasianya

Pelatih Persebaya Paul Munster mengakui, ini memang bukan pertandingan yang mudah. Tetapi ada kunci yang membuat Persebaya berhasil meraih kemenangan.