Pixel Code jatimnow.com

Cerita Imron, 46 Tahun Jadi 'Penjaga Mesin Waktu'

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Irul Hamdani
Imron, sang 'Penjaga Mesin Waktu' di Banyuwangi
Imron, sang 'Penjaga Mesin Waktu' di Banyuwangi

jatimnow.com - Warga di Kecamatan Genteng, Banyuwangi dan sekitarnya pasti mengenal sosok Imron. Betapa tidak, pria 60 tahun itu sudah 46 tahun menjadi 'penjaga mesin waktu' di Genteng dan sekitarnya.

Saat bekerja, Imron seolah tidak pernah terganggu dengan kebisingan arus lalu lintas yang memecah kepadatan pusat Kota Kecamatan Genteng. Tatapan matanya fokus tertuju pada 'mesin waktu' atau arloji, jam tangan dan jam dinding yang diperbaikinya.

Imron adalah satu dari 11 tukang servis arloji di Kecamatan Genteng yang masih tersisa. Atas keuletan dan ketekunannya, ia menjadi tukang servis arloji senior yang dihormati sejawatnya. Dulu, di kawasan itu terkenal sebagai rumah bagi para tukang servis arloji.

"Dulu ada 32 orang. Ada yang sudah meninggal, tapi banyak yang tidak betah," ungkap Imron memulai ceritanya saat disambangi jatimnow.com, di lapak sederhananya di depan pertokoan Pasar Genteng, Rabu (25/4/2019).

Dulu, jasa servis arloji pernah menemui masa kejayaan. Di mana sangat banyak orang yang membutuhkannya. Dalam sehari sangat sulit untuk mencari waktu istirahat. Karena sangking banyaknya antrian arloji yang harus diperbaiki.

"Dulu ya sampai antri-antri, ndak ada istirahatnya," kenang pria yang sehari-hari tinggal di Dusun Cangaan Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng, ini.

Seiring kemajuan zaman, tukang servis arloji mulai terseleksi. Tapi beda dengan Imron. Baginya, servis arloji masih menjadi pundi-pundi rezeki. Arloji adalah urat nadi kehidupannya untuk menghidupi anak dan istrinya.

"Kalau saya orangnya betah mas, betah sengsara. Jadi ya masih servis arloji," canda bapak dua anak ini sembari tertawa.

Di era sekarang, antar tukang servis arloji mulai berkolaborasi, saling membantu saat rekan sejawat tidak mampu menangani perbaikan, khususnya arloji berteknologi tinggi.

"Sebagian teman kalau tidak mampu dilempar ke saya untuk memperbaiki," tambahnya.

Baca juga:
Kampung Edukasi Antar Pemuda Lamongan Juarai Wirausaha Berprestasi Kemenpora

Dulu, lanjut Imron, untuk jasa servis mesin arloji sebesar Rp 25 ribu, itu belum termasuk penggantian onderdil. Kini, besaran harga jasa perbaikan arloji tergantung tingkat kerumitan kerusakan arloji atau jam itu sendiri.

"Kalau tingkat kesulitannya sedang, Rp 25 ribu. Kalau tingkat kerumitannya tinggi, Rp 50 ribu," cetus Imron.

Dia mencontohkan, paling susah memperbaiki jam tangan produk dari negara Swiss dan Amerika. Jam tangan dari kedua negara itu memiliki teknologi dengan suku cadang juga sulit didapatkan.

"Arloji dari Swiss dan Amerika yang sering saya perbaiki karena rusak as roda pir rambut (pita kinetik) dan komponen otomatisnya," ungkapnya.

Sedangkan jam tangan dari Jepang, menurutnya lebih mudah diperbaiki jika ada kerusakan. Semisal merk Casio dan Seiko yang namanya sudah melegenda.

Baca juga:
Berjualan Bakso Tak Halangi Hesti Raih Gelar Sarjana dengan Beasiswa Penuh Untag Surabaya

"Seiko paling rawan rusak onderdil, terutama pada supit urangnya (kalau) asli tapi palsu," ungkapnya lagi.

Namun yang paling menjadi tantangan, menurut Imron, saat harus memperbaiki jam dinding produk dari Jerman dengan teknologi pir kinetik, seeperti jam dinding gantung yang banyak diburu kolektor.

"Onderdilnya besar-besar, tapi sistem mekaniknya sangat rumit. Paling cepat seminggu, tapi kebanyakan sebulan baru selesai. Apalagi onderdilnya langka seperti jamnya," paparnya.

Mungkin, sudah berpuluh bahkan ratusan 'mesin waktu' yang telah ia jaga atau perbaiki. Karena sejak umur 14 tahun, Imron telah menggeluti profesinya. Berbeda dengan generasinya yang enggan meneruskan tradisi keluarga sebagai 'penjaga mesin waktu'.

"Kakak pertama, kakak kedua, adik sepupu, keponakan saya, semua tukang servis arloji. Kedua anak saya tidak tertarik untuk belajar," pungkasnya.