Pixel Code jatimnow.com

Petualangan di Alas Baluran (5-Habis)

Pengalaman Mistis saat Perjalanan Pulang

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Sahlul Fahmi
Petualangan di Alas Baluran (Foto-foto: Dok. Sahlul Fahmi/jatimnow.com)
Petualangan di Alas Baluran (Foto-foto: Dok. Sahlul Fahmi/jatimnow.com)

jatimnow.com - Memasuki hari kedua di Alas Baluran, saya dan Erer sedikit santai karena merasa telah mempunyai stok gambar yang kami harapkan. Meski begitu, kami ingin sekali lagi masuk ke hutan Baluran sebelum pulang.

Kebetulan kami telah membeli tiket pulang tujuan Surabaya menggunakan travel dengan jam keberangkatan pukul 23.00 Wib.

Sebelum memasuki hutan, saya dan Erer mampir sebentar di Goa Jepang yang terletak tak jauh dari pos penjagaan. Setelah itu kami mulai masuk ke hutan Baluran. Seperti biasa kami menembus hutan musim terlebih dulu. Sesampainya di bumi perkemahan tiba-tiba Erer minta berhenti untuk buang air kecil.

Baca juga:  

Saat Erer masuk area bumi perkemahan, aku tetap duduk di atas motor sambil menyalakan rokok. Setelah buang air kecil, aku lihat Erer sempat mengamati area sekitar.

"Ayo lanjut, biar gak kesiangan," ucapku pada Erer.

Kami pun melanjutkan perjalanan melewati hutan musim, Evergreen Forest dan berhenti di rest area Savana Bekol yang menjadi persimpangan jalan menuju Pantai Bama. Tapi kami tak begitu minat berkunjung ke Pantai Bama. Karena fokus kami berburu time lapse dengan latar belakang Gunung Baluran.

Petualangan di Alas BaluranPetualangan di Alas Baluran

Ketika kami sampai di rest area, hari masih terlalu terik sehingga kami mampir ke salah satu warung yang ada di sana. Di rest area ini selain terdapat warung, musala, toilet dan penginapan, juga terdapat pajangan tengkorak kerbau, banteng dan rusa. Penginapan itu terlihat tak terawat seperti jarang sekali dihuni. Bahkan penginapan tersebut lebih banyak dijadikan tempat nongkrong gerombolan kera ekor panjang.

Saya dan Erer memesan kopi dan mie goreng instan, sedikit nasi putih dan telor ceplok sebagai menu makan siang. Kebetulan pengunjung warung itu hanya kami berdua, jadi bisa ngobrol santai dengan pelayan warung.

"Jangan kasih makanan ke kera mas. Kalau sekali mas ngasih, kawanan yang lain akan datang," kata pelayan warung.

Beberapa rombongan wisatawan yang baru berkunjung ke Pantai Bama juga menyempatkan mampir di rest area. Saat warung mulai ramai, aku dan Erer memilih bergeser ke tempat penakaran banteng yang berjarak 300 meter dari rest area. Di sini kami tak lama.

"Udah mas, kita ambil gambar sekarang. Khawatir hujan lagi," ucap Erer.

Seperti biasa, setelah melakukan tes shoot dan menentukan titik pengambilan, aku langsung mengaktifkan kamera. Di saat kamera mulai bekerja saya dan Erer menikmati area sekitar sambil tetap mengawasi kamera time lapse.

Dari kejauhan terlihat seekor kerbau berukuran besar sedang melahap rumput. Namun yang membuat pertanyaan adalah kenapa kerbau ini terpisah dari kawananannya.

"Mungkin dia rajanya kali," kata Erer.

"Bisa jadi," sahutku.

Berlahan kerbau ini menuju kubangan yang ada di kawasan tersebut untuk berendam dalam lumpur. Melihat momen itu aku mulai tertarik untuk memotretnya. Aku lantas mendekati kerbau itu. Erer menjaga jarak, dia memilih menjauh dari kerbau dan kembali ke posisi kamera time lapse.

Saat kerbau itu bergulat di kubangan membuat tubuhnya penuh lumpur tampak lebih artistik. Di saat itu kawanan kerbau berjalan ke arah kubangan. Aku meletakkan tas punggungku agar aku lebih leluasa melakukan pemotretan. Melihat hal itu raja kerbau berdiri menyambut kedatangan kawanan itu.

Aku memajukan langkah agar lebih dekat lagi ke kubangan. Namun aku tiba-tiba menghirup bau bangkai di sekitar kubangan. Namun aku mengabaikan bau itu hingga akhirnya hilang dengan sendirinya.

Tiga kerbau besar yang berada paling depan dari kawanan itu seolah menantang raja kerbau yang menguasai kubangan. Pertarungan pun tak terelakkan, raja kerbau bertarung dengan tiga pemimpin kawanan kerbau untuk memperebutkan kubangan.

Andrenalinku memuncak ketika salah satu dari kerbau itu berlari ke arahku. Melihat hal itu aku langsung balik badan dan berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan diri.

Nafasku ngos-ngosan. Dari jauh Erer melihat sambil tertawa. Tiba-tiba aku teringat dengan tas punggungku yang tertinggal. Dan betapa kagetnya saat aku melihat tas tersebut semua isinya telah berhamburan keluar akibat ulah kera ekor panjang. Bahkan kemasan batrei pun semua dirobek. Setelah mengusir kera-kera itu aku membereskan satu persatu isi tasku yang berhamburan.

Petualangan di Alas BaluranPetualangan di Alas Baluran

"Mungkin batreinya dikira permen kali mas," ucap Erer meledek.

"Lah gimana sih kamu, tau gitu kok hanya diam," kataku.

"Ya maaf mas, aku gak terlalu perhatikan tasmu. Sebab aku sendiri sedang fokus memperhatikan kamera time lapse. Kameranya juga sudah aku kemasi," jawab Erer.

Langit Baluran telah gelap, kamipun bergegas kembali ke penginapan. Namun saat akan menyalakan motor, aku merasakan ada sesuatu yang menggigit kakiku. Sakit sekali, setelah aku lihat ada serangga seperti lalat berukuran besar yang menempel di kakiku. Spontan aku tampar binatang itu hingga terpental. Selepas itu dari bekas gigitannya keluar darah.

Beberapa saat kakiku terasa sakit dan kaku, Erer mengambil tisu di tasnya dan memberikannya kepadaku. Erer menyalakan lampu dari handphone-nya untuk memberikan penerangan, berlahan aku bersihkan darah itu, ternyata ada dua bekas gigitan yang hingga kini bekasnya tak hilang, meski kejadian ini telah terjadi 2,5 tahun lalu.

Setelah rasa sakitnya agak reda, kami beranjak keluar dari kawasan hutan. Saat itu suasana sudah gelap, aku melihat warung-warung di rest area sudah tutup. Selepas melewati Savana Bekol kami memasuki Evergreen Forest. Jika siang hari kawasan ini menyerupai lorong hijau yang sejuk, tetapi pada malam hari tampak seperti lorong gelap menyeramkan.

Tak ada yang perlu dinikmati, karena itu kami tak tertarik ngobrol diperjalanan. Kami hanya berpikir bisa segera sampai di penginapan. Namun sesampainya di kedalaman Evergreen Forest, tiba-tiba dari arah berlawanan angin bertiup kencang hingga membuat pohon-pohon sekitar mulai bergoyang.

Gerakan dahan dan gesekan ranting membuat daun-daun banyak yang rontok. Saat itu aku baru merasa ada yang aneh dengan ini, aku mulai gelisah.

"Apa ini mas," tanya Erer.

Baca juga:
Dihadang Tiga Pasang Mata

Tapi aku tak menjawab, aku fokus menjaga keseimbangan motor dari tiupan angin yang kian kencang hingga akhirnya kami merasakan hantaman angin yang sangat kuat dan begitu cepat hingga membuat motor kami oleng. Hawa angin itu panas.

Kami merinding, selepas angin kencang berhawa panas itu lewat, suasana hutan kembali hening seperti semula. Dan yang membuat kami tercengang ternyata angin kencang panas itu terjadi di tempat saat kami bertemu merak dan ayam hutan yang berusaha menarik kami masuk ke dalam hutan di jalur utama Evergreen Forest.

"Mungkin mereka tahu malam ini kita akan pulang, mereka seperti memberikan salam perpisahan," ucapku pada Erer yang memilih mengunci mulutnya.

Hampir setengah jam lebih melanjutkan perjalanan, kami kembali mengalami kejadian ganjil ketika mesin motor kami tiba-tiba mati. Namun aku tak menarik rem dan membiarkan motor tetap nyelonong.

Petualangan di Alas BaluranPetualangan di Alas Baluran

Aku berusaha menyalakan elektrik starter, tapi tetap saja mesin tak menyala hingga motorku terhenti tepat di depan area bumi perkemahan, di mana Erer buang air kecil saat berangkat masuk ke hutan Baluran tadi pagi.

"Tidak mungkin kalau kehabisan bensin, sebab sebelum masuk baluran kami sudah isi penuh," ungkap Erer.

Aku lantas memposisikan motor dengan menggunakan standar tengah dan mencoba menyalakan mesin secara manual, tetapi mesin tetap tak menyala.

"Apanya ya mas," kata Erer mulai panik.

Sambil terus mencoba menyalakan mesin secara manual, aku membaca ayat kursi dan kalimat hauqalah dalam hati. Seketika itu mesin menyala. Aku sedikit menggeber gas untuk memecah kesunyian malam.

"Minta maaf mbah kalau kami salah. Mohon pamit kami mau pulang," ucapku sambil menatap area bumi perkemahan.

Setelah berdoa kami lalu melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah, setelah itu kami tak mengalami lagi hal-hal ganjil hingga sampai di penginapan.

Perempuan tua pemilik penginapan berdiri menyambut kedatangan kami. Setelah membayar semua tagihan, perempuan tua itu lantas mengembalikan KTP milik ku yang dia tahan.

"Cepat mandi dan kemas-kemas barang mas, keburu travelnya datang," ucap Erer.

Setelah kami mandi dan berkemas kami duduk di luar penginapan untuk menunggu mobil travel datang. Sekitar 20 menit kemudian mobil travel datang. Setelah berpamitan dengan pemilik penginapan, kami langsung naik ke dalam mobil travel. Kebetulan kami memilih tempat duduk depan samping sopir.

Dari balik kaca mobil aku melihat perempuan tua pemilik penginapan itu menutup pagar kemudian berdiri di depan pintu penginapan. Mataku masih tertuju ke perempuan tua itu ketika mobil travel berangkat. Diapun menatapku sambil tersenyum dengan aneh, seolah-olah dia tahu mengenai apa yang kami alami di dalam hutan.

Karena itu aku masih menoleh ke belakang sambil tetap memperhatikan perempuan tua itu. Dia melepaskan ikatan rambutnya hingga terurai panjang persis seperti tengah malam itu saat kami pertama kali datang di penginapan.

Baca juga:
Terjebak di Savana Bekol

Setelah itu mobil travel menembus jalan raya jalur utama yang menghubungkan Kota Banyuwangi dan Surabaya.

"Berapa hari mas di Baluran," tanya sopir travel kepada kami.

"Dua hari mas," jawab Erer yang duduk diantara saya dan sopir.

"Gimana asyik gak Baluran, dapat pengalaman seru gak," lanjut sopir travel.

"Lumayan seru lah mas," kata Erer yang terlihat setengah hati menjawabnya.

"Ketemu bangkai hidup gak," tanya sopir itu yang tiba-tiba mengejutkan kami.

"Maksudnya," tanya Erer penasaran.

Sopir itu lantas bercerita jika dahulu kala di Baluran hanya ada tiga ekor kerbau.

"Dua jantan satu betina. Karena saling berebut maka dua jantan ini berkelahi hingga keduanya mati," ucap sopir.

Karena sedih, si betina lantas berdoa meminta yang kuasa agar salah satu si jantan dihidupkan untuk menemani hidupnya.

"Akhirnya salah satu kerbau jantan itu kembali dihidupkan untuk menemani kerbau betina," ujar sopir.

Sopir itu melanjutkan ceritanya, jika terkadang bau bangkai itu muncul di saat tertentu.

"Kata orang-orang sih begitu, tapi ya gak tau juga lah wong saya tidak mengalaminya sendiri," sambung sopir.

Sopir itu juga mengungkapkan jika di dalam kawasan Baluran terdapat makam keramat Mbah Cungking. Yakni orang sakti yang mengembala kerbau di Hutan Baluran. Untuk bertahan di hutan Baluran, Mbah Cungking pernah beradu sakti dengan Ratu Balawan, pimpinan makhluk halus di Baluran.

"Biasanya setiap tanggal 15 suro makam Mbah Cungkring banyak dikunjungi warga," imbuh sopir.

Mendengar cerita itu aku hanya terdiam sambil teringat kejadian-kejadian ganjil yang kami alami selama di Baluran. Sambil melihat jalanan yang berkelok-kelok aku menikmati perjalanan malam hingga akupun tertidur.