Pixel Code jatimnow.com

Melihat Produksi Keripik Tempe Tiga Generasi di Ponorogo

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Mita Kusuma
Proses pembuatan keripik tempe Trisno di Desa Plancungan, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo
Proses pembuatan keripik tempe Trisno di Desa Plancungan, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo

jatimnow.com - Sentra keripik tempe di Desa Plancungan, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo cukup terkenal. Salah satu UMKM keripik tempe di desa itu adalah keripik tempe merek Trisno.

Keripik tempe ini merupakan usaha turun menurun sejak puluhan tahun lalu dan dilanjutkan oleh Ernika Yenci (23), generasi ketiga.

"Dari nenek saya kemudian ke orangtua saya. Sekarang saya mencoba juga memproduksi keripik tempe ini," ujar Ernika saat ditemui di rumahnya, Minggu (14/6/2020).

Dia menyebut, dahulu neneknya hanya memproduksi tempe yang dibungkus daun. Namun rupanya produksi tempe dengan bungkus daun itu mulai termakan zaman.

"Penikmat tempe tidak sebanyak zaman nenek saya. Orangtua saya putar otak agar tetap melakukan produksi dan akhirnya memilih keripik tempe. Itu juga karena melihat tetangga sebelah sudah memproduksi keripik tempe terlebih dahulu," jelasnya.

Dari situ, nenek dan orangtuanya mulai banting stir dengan membuat tempe biasa dibungkus plastik lalu diolah menjadi keripik tempe.

"Banyak juga yang mencari karena lebih praktis. Tidak perlu mengolahnya lagi. Tinggal dibawa gitu saja kalau mau dibawa berpergian atau traveling," ungkapnya.

Ernika menambahkan, pembuatan keripik tempe ini sangat mudah. Awalnya kedelai sebanyak 4 liter direbus dengan air selama 1 jam. Kemudian digiling dengan mesin biar hancur. Lalu dipisahkan antara kedelai dan kulitnya.

"Baru dikukus, dibiarkan dingin, diberi ragi lalu dibungkus dengan plastik. Setelah itu baru dicampur tepung tipis. Tahapan terakhir adalah digoreng secara bersamaan," tambahnya.

Walaupun memproduksi keripik tempe, Ernika mengaku dia dan keluarganya masih mempertahankan cara tradisional, yaitu memasak menggunakan tungku.

"Kami masih memakai tungku dengan kayu bakar. Tujuannya biar tetap bertahan tradisionalnya," jelasnya.

Baca juga:
Pelindo Regional 3 Raih Penghargaan TJSL dari Pemprov Jatim

Menurutnya, keripik tempe yang dibuatnya diminati hingga luar negeri. Banyak tetangganya yang merantau sebagai TKI meminta dirinya untuk mengirim, mulai dari Hongkong, Malaysia hingga Taiwan.

"Yang merasakan bukan cuma tetangga yang kerja ke luar negeri, tetapi juga bos mereka," tambahnya.

Selain dikirim hingga luar negeri, keripik tempe Trisno juga dipasarkan ke seluruh Ponorogo dan Madiun dengan harga satu bungkus Rp 2.500.

Sebelum Pandemi Covid-19, Ernika mengaku bisa memproduksi dari 4 liter kedelai menjadi 150 bungkus keripik tempe setiap hari. Namun kini hanya memproduksi sepekan sekali.

"Turun drastis. Biasanya 150 bungkus bisa terjual habis sehari. Kadang ada tambahan dari luar negeri, sekarang cuma sepekan sekali. Ditambah pengiriman ke luar negeri juga disetop," ungkapnya.

Baca juga:
Bank Jatim Dinobatkan sebagai Akselerator Pembangunan

Setiap lebaran, Ernika bisa memproduksi hingga 6.000 bungkus keripik tempe. Namun lebaran tahun ini, dia sama sekali tidak memproduksi.

"Ya akibatnya biasanya mempekerjakan sampai empat orang, kali ini sama sekali tidak. Ya kami harus bertahan," ulasnya.

Sebelum ada Pandemi Covid-19, dalam sehari pendapatan kotornya Rp 500 ribu. Namun saat ini, Rp 500 ribu didapatkan dalam sepekan.

"Kami optimis bisa bangkit menyongsong new normal," pungkasnya.

Keripik tempe Trisno produksi UMKM di Desa Plancungan, Kecamatan Slahung, Kabupaten PonorogoKeripik tempe Trisno produksi UMKM di Desa Plancungan, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo