Pixel Code jatimnow.com

Pandemi Covid-19

Tiga Catatan Legislator Mufti Anam untuk Percepat Pemulihan Ekonomi

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Farizal Tito
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam

jatimnow.com - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyatakan, pemerintah perlu fokus pada tiga sasaran utama untuk mengefektifkan upaya pemulihan ekonomi.

Menurut Mufti, tiga sasaran itu adalah konsumsi rumah tangga, kemampuan alokasi anggaran pemerintah dan ketahanan dunia usaha dari risiko kebangkrutan. Ia juga memberi sejumlah catatan pada tiga sasaran tersebut, yaitu menjaga konsumsi rumah tangga dan program perlindungan sosial.

"Dengan mempertimbangan proses recovery ekonomi rumah tangga, alokasi anggaran perlindungan sosial pada 2021 tetap perlu dijaga untuk stimulus konsumsi, tentu dengan porsi yang bisa dikaji pemerintah," ujar Mufti.

Kemudian terkait alokasi anggaran pemerintah, Mufti memberi catatan pada realisasi anggaran dan penyusunan defisit fiskal. Pemerintah tercatat telah empat kali merevisi anggaran Covid-19. Pada Maret Rp 121,3 triliun dan pada Juni menjadi Rp 695 triliun.

"Seperti yang diperintahkan Presiden Jokowi, realisasi anggaran adalah isu utama yang wajib diperhatikan," ungkapnya.

"Dukungan dana besar tanpa penyerapan memadai tentu menjadikan penanganan Covid-19 tidak optimal," tambah Politisi PDI Perjuangan tersebut.

Per 31 Mei 2020, realisasi belanja negara tercatat hanya 32,3 persen terhadap APBN versi Perpres 54/2020 atau 30,8 persen versi Perpres 72/2020. Realisasi anggaran Mei 2020 juga lebih rendah dibanding Mei 2019.

Bahkan menurut Mufti, realisasi dampak Covid-19 seperti sektor kesehatan, insentif usaha dan UMKM juga masih sangat rendah.

Mufti juga mengingatkan pemerintah agar hati-hati dalam menyusun proyeksi defisit fiskal. Tahun depan, IMF memprediksi defisit APBN 5 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari proyeksi Kemenkeu 3,21-4,17 persen.

Baca juga:
Muncul Lagi Subvarian Omicron Baru BA.2.75

Konsekuensinya, rasio utang pemerintah tahun depan menurut IMF tembus 40,3 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari proyeksi Kemenkeu 36-37,9 persen.

"Ini harus benar-benar dikalkulasi, termasuk karena konsekuensinya nanti ke risiko tingginya imbal hasil pembiayaan APBN, yang dalam jangka panjang bisa membebani APBN," jelasnya.

Adapun terkait sasaran ketiga yaitu ketahanan dunia usaha dari risiko kebangkrutan. Mufti menyebut pentingnya merancang stimulus yang dapat langsung dinikmati dan mampu menggerakkan industri.

Saat ini, sejumlah stimulus yang disiapkan pemerintah justru tak bisa digunakan dunia usaha. Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan Rp 120,61 triliun untuk insentif dunia usaha.

Alokasi tersebut untuk PPh 21 ditanggung pemerintah, penurunan tarif PPh Badan, pembebasan tarif PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh Badan, pengembalian pendahuluan PPN dan stimulus lainnya.

Baca juga:
Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Naik Hingga 620 Persen

"Insentif pajak melalui relaksasi PPh Badan, PPN, PPh 22 impor hanya efektif jika pabrik berproduksi normal. Padahal saat ini situasinya lain," ujarnya.

Sejumlah beban besar yang ditanggung industri seperti utilitas kelistrikan justru malah minim insentif.

"Industri tetap harus menanggung beban utilitas yang besar meskipun kapasitas produksi berkurang. Listrik, misalnya, permohonan pelonggaran dari dari pelaku industri masih ditolak PLN," tambah Mufti.

Dia juga mencontohkan insentif PPh 21 DTP yang hanya akan dinikmati jika karyawan bekerja. Padahal selama pandemi, banyak kasus PHK.